Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Generasi "Tanpa Negara"

Tentu saja info tersebut langsung menjadi pro dan kontra. Ada yang mendukung karena terkait masalah kesejahteraan hidup yang susah diperoleh di negeri sendiri; tapi ada juga yang menyesalkan karena dianggap “tidak mencintai” tanah air sendiri.

Sebenarnya, bagaimana kita membaca fenomena ini?

Pertama-tama peristiwa sosial demografi seperti kepindahan seseorang untuk menjadi warga negara di negara lain itu tentu bukan peristiwa baru.

Bahkan peristiwa ini sudah berlangsung jauh sebelum negara-negara terbentuk seperti saat ini. Di mana satu entitas pindah dari satu tempat ke tempat lain yang jauh lebih menjanjikan.

Dalam teori demografi, hal itu disebut "migrasi out" atau migrasi keluar. "Migrasi out" biasanya dilatari sejumlah alasan seperti: keamanan terganggu di daerah asal; kenyamanan serta potensi lain yang menjanjikan di daerah tujuan, peristiwa domestik seperti diajak oleh pasangan untuk pindah ke tempat baru.

Selain "migrasi out", ada lagi “migrasi in”, yakni berpindahnya seseorang menjadi warga warga suatu tempat dikarenakan tempat itu jelas menjanjikan atau bisa memberikan pilihan potensial kesejahteraan seseorang.

Karena mungkin di tempat saat ini dia jauh lebih lama membangun relasi dan jaringan sosial, sehingga dia bisa lebih memungkinkan untuk hidup di tempat baru tersebut ketimbang pulang kembali ke daerah asal atau ke kampung halaman.

Biasanya "migrasi in" terjadi karena seseorang yang pindah sekolah ke perguruan tinggi yang berbeda wilayah atau karena pasangan hidupnya ada di wilayah itu. Atau karena pekerjaannya ada di tempat tersebut.

Kembali ke persoalan terjadinya migrasi ke negara Singapura maupun ke negara lain, bisa jadi sebetulnya motifnya sebagian besar sama.

Pertama, WNI tersebut memang sedikit banyak mulai menata serta mengembangkan kehidupannya di negara tersebut.

Seperti direkam media, berdasarkan hasil mewawancara beberapa orang WNI yang pindah menjadi warga negara Singapura, memberikan jawaban bahwa mereka sekolah, bahkan mendapatkan beasiswa pendidikan dari Singapura.

Lalu setelah itu mereka mendapatkan pekerjaan di Singapura kemudian mendapatkan pasangan hidup di Singapura.

Sehingga berbagai peristiwa sosial tersebut akhirnya membangun satu perspektif bahwa kalau bisa mengembangkan dan berkarier di negara tersebut, mengapa tidak dibuat permanen sekalian.

Sehingga mereka bisa menata dan merencanakan kehidupan dan masa depannya lebih pasti di daerah tersebut.

Apakah peristiwa ini akan mengganggu sistem demografi negara asal? Untuk menjawab pertanyaan ini tentu harus mempertimbangkan berbagai faktor.

Salah satunya adalah faktor demografi tersendiri. Di mana pada daerah-daerah atau negara-negara yang mengalami penurunan penduduk, tentu setiap kepindahan seperti itu akan mengganggu struktur penduduk dan masa depan negara tersebut.

Akan tetapi jika untuk kasus Indonesia, negara dengan pertumbuhan penduduknya yang di atas 1 persen per tahun (dari 270 jutaan jiwa), maka kepindahan para penduduk sebenarnya tidak menggangu sama sekali.

Bahkan dengan adanya perpindahan penduduk Indonesia yang kemudian menjadi warga negara tertentu yang jauh lebih makmur, tentu lebih baik. Istilahnya, ketimbang miskin di negeri sendiri, maka lebih baik sejahtera di negeri orang.

Namun fenomena ini juga mengindikasikan bahwa, jika jumlah WNI pindah kewarganegaran semakin besar, maka kedepan kita akan menemukan dan mendapatkan suatu “generasi tanpa negara”.

Negara dalam artian tertentu: hanya dimaknai sebagai ruang tempat di mana dia dilahirkan saja.

Negara bisa jadi bukan lagi sebagai ruang bertumbuh membangun kebudayaan apalagi ideologi, atau bagian bentuk keterikatan pada satu area atau wilayah tertentu.

Sementara di sisi lain fungsi negara, terlebih pada masa mendatang, hanya akan berkutat pada masalah administrasi penduduk, memastikan keamanan dan kenyamanan mereka yang berada di wilayahnya, serta bisa memastikan warga negaranya memiliki masa depan lebih baik.

Kalau fungsi-fungsi tersebut sudah memudar apalagi tidak dirasakan secara riil oleh warganya, bahkan kemudian para penguasa menunjukkan kepongahan secara terbuka untuk melakukan tindakan-tindakan yang mencederai nilai-nilai utama bernegara, seperti korupsi, kriminal dan lain sebagainya, maka eksodus dari suatu negara ke negara lain yang jauh lebih aman bukan hanya tidak bisa dicegah, tetapi bisa menjadi suatu keharusan.

Pertanyaan kemudian adalah apakah negara Indonesia memang sedang mengalami kondisi di mana keamanan dan kenyamanan serta ruang untuk mendapatkan dan meraih kesejahteraan demikian sulit? Tentu ini perlu verifikasi lebih jauh.

Namun jika melihat fakta yang ada, beberapa motivasi kepindahan warga negara dari Indonesia ke negara lain lebih banyak dilatari persoalan kesejahteraan, bukan persoalan politik.

Sehingga dari sini apa yang ditunjukkan oleh ribuan WNI yang berpindah warga negara merupakan koreksi kritis atas apa yang dilakukan oleh pemerintah selama ini.

Perlu dipahami juga bahwa hal ini juga bukan fenomena yang hadir sesaat. Ada proses yang mengantarkan dan mengawalinya, dan kemudian mengkristal menjadi keputusan dan aksi dari para pelaku yang akhirnya memilih keluar dari bingkai NKRI.

https://www.kompas.com/tren/read/2023/07/21/104738665/generasi-tanpa-negara

Terkini Lainnya

Riwayat Kafe Xakapa di Lembah Anai, Tak Berizin dan Salahi Aturan, Kini 'Tersapu' oleh Alam

Riwayat Kafe Xakapa di Lembah Anai, Tak Berizin dan Salahi Aturan, Kini "Tersapu" oleh Alam

Tren
Video Viral Detik-detik Petugas Damkar Tertabrak hingga Kolong Mobil

Video Viral Detik-detik Petugas Damkar Tertabrak hingga Kolong Mobil

Tren
Izin Paytren Aset Manajemen Dicabut OJK, Ini Alasannya

Izin Paytren Aset Manajemen Dicabut OJK, Ini Alasannya

Tren
Kelas BPJS Kesehatan Dihapus, Kemenkes Sebut KRIS Sudah Bisa Diterapkan

Kelas BPJS Kesehatan Dihapus, Kemenkes Sebut KRIS Sudah Bisa Diterapkan

Tren
Paus Fransiskus Umumkan 2025 sebagai Tahun Yubileum, Apa Itu?

Paus Fransiskus Umumkan 2025 sebagai Tahun Yubileum, Apa Itu?

Tren
Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Tren
Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Tren
Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Tren
Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Tren
Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Tren
Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Tren
Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Tren
Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Tren
Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Tren
BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke