Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kelirumologi Cebong dan Kampret

Protes tersebut pada hakikatnya benar, namun sekaligus juga tidak benar.

Protes benar dalam hal pada naskah tersebut saya memang fokus pada membahas kadal gurun tanpa membahas kampret dan cebong.

Namun protes itu tidak benar sebab sebenarnya sejak masa kampanye pilpres 2019 saya sudah berulang kali menulis naskah keberatan atas penggunaan nama kampret dan cebong sebagai kata cemooh politik.

Di masa kanak-kanak, saya gemar memelihara cebong sebab cebong merupakan mahluk hidup yang paling menarik untuk diamati sebagai bagian dari proses metamoforsa kehidupan yang sangat menakjubkan mulai dari telur yang kemudian secara bertahap berkembang menjadi katak yang mampu hidup di air mau pun daratan.

Saya paling takjub ketika menyaksikan bagaimana kaki-kaki mulai tumbuh dari tubuh cebong yang semula mulus.

Pada hakikatnya, cebong yang berbentuk imut-imut itu merupakan keajaiban sosok mahluk hidup yang mengekspresikan kebesaran serta kemuliaan Yang Maha Kuasa.

Kampret merupakan satwa istimewa yang memiliki daya indera sonar luar biasa istimewa sehingga menjadi inspirasi tokoh superhero komik DC bernama Batman yang bisa saja diterjemahkan ke bahasa Indonesia menjadi Manusia Kampret.

Kedigdayaan Batman bahkan dapat dikatakan lebih unggul Superman. Terbukti Batman tidak pernah terbunuh, sementara Superman sempat terbunuh meski kemudian dihidupkan kembali akibat diprotes para penggemarnya.

Daya indera sonar kampret juga menginspirasi teknologi radar yang terbukti secara militer sangat berguna untuk mendeteksi pesawat terbang musuh.

Pada hakikatnya tidak ada manfaat kata cemooh kampret dan cebong kecuali sebagai ujaran kebencian yang sebenarnya secara hukum telah tidak dibenarkan oleh Pasal 28 ayat (2) UU ITE.

Dapat diyakini bahwa menggunakan sebutan satwa bagi sesama warga Indonesia jauh lebih mudarat ketimbang manfaat.

Alih-alih manfaat mempersatukan bangsa sesuai sila Persatuan Indonesia, kata cemooh satwani malah mudarat memecah-belah bangsa sebusuk politik divide et empera yang lazim digunakan bangsa penjajah demi lebih mudah menguasai bangsa yang dijajah.

Tentu saja ulah bangsa memecah-belah diri sendiri sangat memprihatinkan apalagi setelah para pendiri bangsa sudah berhasil mengusir penjajah.

Marilah kita bersatu padu menghentikan angkara murka memecah-belah bangsa sendiri dengan menggunakan sebutan satwa terhadap sesama warga Indonesia.

Dikhawatirkan ajakan ini akan ditolak oleh mereka yang memang ingin memecah-belah bangsanya sendiri.

Maka beda dengan lazimnya, naskah ini sengaja tidak saya tutup dengan pekik “Merdeka”.

https://www.kompas.com/tren/read/2022/04/16/034000765/kelirumologi-cebong-dan-kampret

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke