Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sepak Terjang KH Miftachul Akhyar, Rais Aam PBNU Periode 2021-2026

KOMPAS.com - Kiai Haji (KH) Miftachul Akhyar kembali terpilih sebagai Rais Aam Nahdlatul Ulama (NU) periode 2021-2026.

Ia terpilih melalui hasil musyawarah dan mufakat tim Ahlil Halli Wal Aqdi (AHWA) yang terdiri dari 9 kiai sepuh NU dalam Muktamar ke-34 NU di Lampung, Kamis (23/12/2021) malam.

"Alhamdulillah AHWA sepakat dengan musyawarah yang penuh dengan kesantunan itu, sepakat bahwa yang menjadi rais aam untuk PBNU 2021-2026 al mukaram Kiai Haji Mifathul Akhyar," kata anggota tim AHWA, Zainal Abidin, dalam tayangan akun YouTube TVNU, Kamis.

Berikut profil dan sepak terjang KH Miftachul Akhyar:

Profil KH Miftachul Akhyar

Dikutip dari Kompas.com, 27 November 2020, KH Miftah lahir pada 1953.

Ia merupakan putra dari pengasuh Pondok Pesantren Akhlaq Rangkah, KH Abdul Ghoni.

KH Miftah yang merupakan anak kesembilan dari 13 bersaudara itu tumbuh besar di lingkungan pesantren dan NU.

Dalam catatan Lembaga Ta'lif wan Nasyr NU (LTNNU), KH Miftah disebut pernah mengenyam pendidikan di sejumlah pesantren besar Indonesia.

Di antaranya, yakni Pondok Pesantren Tambak Beras Jombang, Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan, Pondok Pesantren Lasem.

Selain itu, KH Miftah juga pernah mengikuti Majelis Ta'lim Sayyid Muhammad bin Alawi al-Makki al-Maliki di Malang, Jawa Timur.

KH Miftah juga beberapa kali menjabat sebagai pengurus NU, baik tingkat wilayah maupun nasional.

Pada 2018, ia sempat ditunjuk sebagai Rais Aam PBNU 2018-2020, menggantikan KH Ma'ruf Amin yang maju pada pemilihan presiden dan wakil presiden 2019.

Bila ditarik ke belakang lagi, ia pernah menjabat sebagai Rais Syuriyah PCNU Surabaya pada 2000-2005.

Kemudian, KH Miftah menjadi Rais Syuriyah PWNU Jawa Timur selama dua periode, yaitu 2007-2013 dan 2013-2018.

Pada 2015-2020, KH Miftah juga pernah menjabat sebagai Wakil Rais Aam PBNU.

Saat ini, KH Miftachul menjadi pengasuh Pondok Pesantren Miftachus Sunnah, Surabaya.

Berawal pada 1978, Miftachul Akhyar muda mengurus tanah dan rumah peninggalan ibunya, Nyai Hj Ashfi'ah, di Jalan Kedung Tarukan yang sempat dikuasai beberapa pihak.

Sebagaimana diberitakan Harian Kompas, 11 September 2009, ketika itu, Kedung Tarukan masih rawan perjudian, mabuk-mabukan, dan menjadi permukiman para preman.

Meski demikian, Miftachul Akhyar yang sebelumnya tinggal di Ponpes Tachsinul Akhlaq yang dikelola ayahnya, KH Abdul Ghoni, di Rangkah, Surabaya, dan belajar di Pondok Pesantren KH Masduqi di Lasem, menetapkan hati untuk tinggal di Kedung Tarukan.

"Setidaknya, tempat ini bisa jadi ganjalnya Surabaya yang waktu itu disebut Las Vegas kedua. Ganjal kan kecil saja, tetapi berguna," kata Miftachul Akhyar.

Disiplin tinggi

Saat itu, mulai datang orang-orang dari Madura dan Surabaya yang menitipkan empat anak. Maka dimulailah Ponpes Miftachus Sunnah dari rumah yang luasnya sekitar 6 x 10 meter persegi.

"Setelah masuk, pemimpun korak-nya bertobat dan putra-putranya saya rangkul. Mereka dan santri lain akhirnya mendukung perkembangan pondok ini," tutur KH Miftach yang menyerahkan pendidikan santri putri kepada istrinya, Nyai Hj Chakimah.

Upaya awal itu disebut KH Miftach sebagai "benar-benar bibit dan babat".

Setelah pondok berjalan, penerapan disiplin tinggi juga dilakukan. Sebab, dulu orangtua kerap memasukkan anak-anaknya yang nakal ke pondok. Akibatnya, santri terbiasa menyelundupkan senjata dan tawuran.

Apabila akan mengikuti pendidikan tinggi, KH Miftach menguji santrinya dulu.

Ini dilakukan supaya santri yang dilepas benar-benar tidak mudah terpengaruh pergaulan yang tidak tepat dan membawanya ke pondok.

https://www.kompas.com/tren/read/2021/12/24/171000565/sepak-terjang-kh-miftachul-akhyar-rais-aam-pbnu-periode-2021-2026

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke