Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Catatan Pakar soal 6 Bulan Covid-19 di Indonesia: Segera Luruskan Kebijakan yang Kontradiktif!

KOMPAS.com - Tepat pada September 2020 nanti, Covid-19 telah enam bulan menjangkiti masyarakat Indonesia sejak diumumkan pertama kali pada Maret 2020.

Bukannya tambah menurun, jumlah kasus harian tercatat mengalami penambahan seiring bergantinya hari, begitu juga dengan pasien yang sembuh dan meninggal dunia.

Hingga Kamis (27/8/2020), jumlah kasus Covid-19 tercatat ada sebanyak 162.884. Pasien yang berhasil sembuh ada 118.575 orang dan 7.064 orang meninggal dunia.

Dalam kurun waktu enam bulan ini, berikut catatan epidemiolog terkait penanganan virus corona di Indonesia:

Belum sampai puncak pandemi

Pakar Epidemologi Universitas Airlangga Surabaya Dr Windhu Purnomo mengatakan, dalam enam bulan ini, Indonesia belum mencapai puncak pandemi Covid-19.

Oleh karena itu, Windhu juga belum memiliki pandangan soal titik terang kapan pandemi virus corona di Indonesia akan berakhir.

"Kita bisa lihat, secara nasional kasus harian masih terus meningkat artinya puncak belum terjadi. Artinya, ini ada yang salah," ucap Windhu saat dihubungi Kompas.com, Kamis (27/8/2020).

Windhu mencontohkan, terdapat beberapa negara yang juga kasusnya juga tinggi, tetapi pandemi dapat segera teratasi dengan segera.

"Kita, 6 bulan masih belum selesai. Belum selesai itu dalam arti akan masih lama karena puncaknya saja belum ketahuan, separuh jalan aja belum kita ini," imbuh dia.

Ada strategi atau kebijakan yang tidak tepat dan tidak jelas

Menurut dia, tak kunjung meredanya pandemi Covid-19 di Indonesia diakibatkan oleh suatu strategi atau kebijakan yang salah.

Ia mengibaratkan dengan seseorang yang pergi ke Jakarta dengan berjalan kaki, atau dengan kata lain terdapat pola pikir yang salah.

"Bahwa kebijakannya itu seperti yang bisa kita lihat sekarang, banyak yang kontradiktif dengan konsep pemutusan rantai penularan Covid-19," ucap Windhu.

"Contohnya, kita lihat saja sekarang tiba-tiba Satgas pusat membolehkan pembukaan gedung bioskop kembali, aneh kan? Itu satgas loh, bahkan pakarnya sendiri tuh yang ngomong," imbuh dia.

Lalu kemudian, kata Windhu, hal yang sama juga diungkapkan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan yang menyebut gedung bioskop lebih aman daripada pesawat.

Menurutnya, hal itu sama sekali tidak benar karena gedung bioskop dan pesawat sama-sama berada di ruangan tertutup.

"Kan sebetulnya sama-sama tidak aman, kan itu di ruangan yang tertutup, ruangan tertutup itu jelas bahwa risiko penularan akan lebih tinggi dari pada ruangan terbuka," papar dia.

Harus segera luruskan kebijakan yang kontradiktif

Oleh karena itu, Windhu menyarankan kepada pemerintah untuk segera meluruskan kebijakan yang kontradiktif tersebut.

Ia juga mengaku bingung kenapa ada kebijakan yang kontradiktif tersebut.

"Kebijakan seperti itu yang kontradiktif dengan konsep penanganan Covid-19, itu yang saya bingung terus terang saja. Nah, itu yang menyebabkan kita ini tidak selesai-selesai menangani Covid-19," kata Windhu.

Pemerintah selaku pembuat kebijakan, lanjutnya, tidak memiliki komitmen yang jelas dalam menangani pandemi ini lantaran banyak pertimbangan yang bermacam-macam di luar kesehatan masyarakat dan di luar masalah pandemi.

"Ya pemerintah sebaiknya segera meluruskan kebijakan yang kontradiktif tadi dengan mempertimbangkan kesehatan masyarakat," sambung dia.

Bukan tanpa alasan, hal itu menurutnya memiliki dampak agar Indonesia cepat melewati pandemi dan semua elemen juga dapat bergerak kembali.

"Ya itu yang harus dikoreksi, kebijakan penanganan pandeminya dengan prinsip pemutusan rantai penularan, prinsipnya simpel," katanya lagi.

Terus monitor dan evaluasi

Lebih lanjut, langkah yang harus dilakukan segera menurut Windhu yakni kembali ke jalan yang benar dengan selalu mengevaluasi dan memonitor kebijakannya.

Windhu menambahkan, kini proses monitoring sudah tersedia, tetapi tidak selalu dilakukan penerapannya.

"Monitoringnya sudah ada, misalnya sudah ada zonasi kawasan hijau, oranye, merah, tetapi kenyataannya zona tersebut tidak dilakukan penerapannya. Di zona merah kenyataannya tetap ada hura-hura. Nah, terus apa gunanya kita membuat zonasi tadi. Implementasinya tidak seperti itu," jelas dia.

"Jadi kita ini gimana ya, melakukan sesuatu tetapi sesuatu itu tidak digunakan untuk pengambilan keputusan," sambung Windhu.

Windhu juga menyinggung soal nama satgas percepatan penanganan Covid-19, tetapi tidak sesuai dengan kenyataannya yakni penanganan Covid-19 tidak berjalan dengan cepat.

Sekali lagi, ia menekankan untuk mengoreksi semua kebijakan.

"Baik yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat atau satgas pusat maupun oleh pemerintah daerah atau satgas daerah, yang kontradiktif dengan prinsip pemutusan rantai penularan Covid-19," pungkas dia.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/08/27/173400165/catatan-pakar-soal-6-bulan-covid-19-di-indonesia--segera-luruskan-kebijakan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke