Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Para Ahli Soroti Penggunaan Tes Cepat Virus Corona di India

KOMPAS.com - Pada Juni 2020, India mulai menggunakan metode tes dengan harga tes kit yang lebih murah, dan waktu untuk mendapatkan hasil yang lebih cepat, untuk meningkatkan kapasitas testing virus corona.

Metode ini meningkatkan kapasitas testing India hingga hampir lima kali lipat hanya dalam kurun waktu dua bulan.

Namun, data dari Pemerintah India menunjukkan beberapa wilayah di negara itu menjadi terlalu bergantung dengan tes yang lebih cepat, yang dapat luput mendeteksi penularan.

Melansir ABC News, Senin (24/8/2020), para pakar memperingatkan bahwa untuk menggunakan metode ini dengan aman, diperlukan pengetesan ulang, yang tidak selalu dilakukan.

Jumlah kasus meningkat pesat, melebihi kemampuan laboratorium untuk melakukan tes begitu India melonggarkan kebijakan lockdown ketat mereka.

Sejauh ini, pihak berwenang India telah melakukan pembatasan jatah penggunaan tes molekuler yang lebih akurat untuk mendeteksi kode genetik virus.

Namun, pada 14 Juni 2020, India memutuskan untuk mendukung pembatasan jatah itu dengan tes yang lebih cepat yang menyaring antigen, atau protein virus.

Meskipun kurang akurat, tes ini murah dan memberikan hasil dalam hitungan menit. Sebagian besar tidak memerlukan lab untuk pemrosesan atau peralatan khusus atau personel terlatih.

Rencananya adalah meningkatkan pengujian dengan cepat untuk mengidentifikasi orang yang terinfeksi dan mencegah mereka menyebarkan virus.

Risiko tes cepat

Pejabat kesehatan India mengatakan, sampel yang diuji menggunakan kedua jenis tes itu meningkat dari 5,6 juta pada pertengahan Juni menjadi 26 juta dua bulan kemudian.

Hampir sepertiga dari semua tes yang dilakukan setiap hari sekarang menjadi tes antigen.

Namun, apa yang dilakukan India juga menunjukkan risiko yang melekat karena terlalu mengandalkan tes antigen, dengan mengorbankan tes yang lebih akurat.

Bahayanya adalah bahwa tes tersebut dapat secara keliru mendeteksi banyak orang yang seharunya terdeteksi positif Covid-19, dan berkontribusi pada penyebaran virus di daerah yang terkena dampak paling parah.

Hasil tes yang cepat dapat dihentikan dengan tes laboratorium yang lebih akurat, tetapi ini lebih lambat dan mahal.

Para ahli juga memperingatkan, karena kedua jenis tes memiliki akurasi yang berbeda, mereka perlu diinterpretasikan secara terpisah untuk menilai penyebaran infeksi dengan tepat, sesuatu yang tidak dilakukan India.

Dr. Michael Mina dari Harvard mengatakan, tes antigen tidak dapat mendeteksi sebanyak mungkin pasien di awal infeksi, ketika tingkat penyebaran virus masih rendah.

Namun, orang-orang ini tidak dianggap sebagai ancaman terbesar untuk menyebarkan penyakit karena hanya setelah tingkat virus melonjak, mereka menjadi lebih menular, dan saat itu mereka akan terdeteksi oleh tes antigen.

Karena hasil tes antigen yang negatif tidak menjamin seseorang bebas virus, orang harus melakukan pengetesan ulang secara teratur, kata Dr. Ashish Jha, direktur Institut Kesehatan Global Harvard.

"Jika gejala mereka berubah, Anda ingin mempertimbangkan untuk menguji kembali orang-orang itu," katanya.

Strategi yang dilakukan India

India menerapkan strategi berbeda dalam testing. Pejabat kesehatan telah meminta mereka yang dites negatif dengan tes antigen, tetapi memiliki gejala, untuk dites ulang dengan tes laboratorium yang lebih akurat.

Permasalahannya, tidak jelas berapa banyak orang dengan hasil tes antigen negatif yang diuji ulang, dan jenis tes apa yang digunakan saat pengujian ulang.

Negara bagian Delhi, yang mencakup Ibu Kota India, New Delhi, termasuk yang secara agresif menggunakan tes antigen untuk mendeteksi pasien secara gratis.

Pusat-pusat tes didirikan di apotik, sekolah dan kantor pemerintah. Namun, hanya 0,5 persen, atau 1.365 dari 260.000 orang yang dites negatif dari 18 Juni hingga 29 Juli, yang diuji ulang. Delhi melakukan lebih dari 280.000 tes dalam periode tersebut.

“Itu sangat rendah,” kata Dr. S.P. Kalantri, seorang ahli kesehatan masyarakat di Maharashtra, negara bagian yang paling parah terkena dampak Covid-19 di India.

Dia mengatakan penurunan penggunaan tes lab yang lebih akurat hampir setengah dari kapasitas 11.000 tes setiap hari menjadi hanya 5.400 tes per hari. Menurutnya, hal ini adalah tren yang mengkhawatirkan.

Rajesh Bhushan, pejabat kesehatan tertinggi India, telah berulang kali menunjuk pada total kumulatif India dari dua jenis tes untuk menegaskan bahwa India menguji lebih dari standar WHO.

Pihak berwenang juga menggunakan ini untuk menghitung persentase sampel yang diuji positif, yang merupakan indikator utama untuk menilai kinerja pengujian.

Namun, Dr. Ashish Jha, direktur Institut Kesehatan Global Harvard, mengatakan data gabungan dari dua jenis tes itu tidak dapat digunakan untuk menyimpulkan bahwa infeksi di India menurun.

Alasannya adalah, penggunaan tes yang kurang akurat akan secara otomatis menurunkan jumlah hasil positif.

Para ahli khawatir bahwa ketergantungan berlebihan pada tes antigen tanpa tes ulang dapat menghambat upaya untuk menahan virus saat menyebar ke negara bagian dengan sistem perawatan kesehatan yang rapuh, seperti Bihar dan Uttar Pradesh, dengan populasi gabungan lebih dari 300 juta jiwa.

Kedua negara bagian tersebut sekarang melakukan lebih dari 100.000 tes setiap hari, terbesar di India. Namun, hanya sebagian kecil, 6.100 di Bihar dan 30.000 di Uttar Pradesh, yang menggunakan uji laboratorium.

Jha mengatakan uji antigen adalah cara untuk memperluas pengujian bagi orang yang tidak memiliki akses ke uji laboratorium, tetapi itu tidak berarti penggunaan uji yang lebih akurat harus dikurangi.

“Saya ingin keduanya. Tes cepat bukanlah pengganti yang sempurna,” kata Jha.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/08/24/190800365/para-ahli-soroti-penggunaan-tes-cepat-virus-corona-di-india

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke