Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Soal Kenaikan Iuran BPJS, YLKI: Terkesan Sembunyi-sembunyi

KOMPAS.com - Kenaikan iuran BPJS Kesehatan di tengah pandemi menimbulkan kontroversi dan pertanyaan publik. Pasalnya selain pernah dibatalkan MA, kenaikan tersebut dilakukan di saat kondisi yang tidak menentu.

Kenaikan iuran BPJS Kesehatan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Sebelumnya pada akhir Desember lalu, iuran BPJS dinaikkan melalui Perpres Nomor 75 Tahun 2019.

Namun, per 1 April dibatalkan dengan putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 7P/HUM/2020.

Berikut ini iuran BPJS Kesehatan peserta mandiri bulan Juli-Desember 2020 berdasarkan Perpres Nomor 64 Tahun 2020:

  1. Kelas 1 Rp 150.000
  2. Kelas 2 Rp 100.000
  3. Kelas 3 Rp 25.500 (Rp 42.000 dikurangi subsidi pemerintah Rp 16.500)

Kenaikan pada iuran kelas I hampir 100 persen. Sebelumnya, pada April-Juni 2020 peserta kelas I hanya membayar Rp 80.000.

Sementara itu untuk Peserta kelas II sebelumnya hanya membayar Rp 51.000.

Menurut Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi Perpres Nomor 64 Tahun 2020 dikeluarkan secara tiba-tiba dan mengejutkan.

"Mengejutkan, karena Perpres tersebut dibuat atau disahkan tanpa disertai proses konsultasi publik yang memadai. Bahkan terkesan sembunyi-sembunyi, saat masyarakat tengah terkurung pandemi Covid-19," ungkapnya pada Kompas.com, Kamis (14/5/2020).

Sehingga tak heran jika secara sosial ekonomi tak mendapat empati masyarakat, mengingat kondisi masyarakat secara ekonomi terpuruk oleh wabah Covid-19.

Sekalipun peserta kelas III mandiri telah diberikan subsidi, tetapi menurutnya membayar Rp 25.000 per orang akan terasa sangat berat saat ini.

Tulus juga mengungkapkan, Perpres ini berpotensi mengerek tunggakan iuran masyarakat dan akhirnya target untuk meningkatkan revenue BPJS Kesehatan sulit tercapai.

Idealnya pemerintah menggunakan cara lain untuk menginjeksi biaya operasional BPJS Kesehatan, tanpa harus membebani masyarakat dengan kenaikan tarif.

Misalnya pemerintah bisa menaikkan cukai rokok untuk kemudian pendapatan cukai rokok langsung didedikasikan untuk keperluan BPJS Kesehatan.

Kenaikan cukai rokok juga mampu mengusung gaya hidup masyarakat yang lebih sehat.

Itu juga mampu menekan penyakit tidak menular yang selama ini menjadi benalu finansial BPJS Kesehatan.

Apalagi di saat pandemi perilaku merokok sangat rawan menjadi triger terinfeksi Covid-19.

Selain itu, pemerintah atau Kemensos juga seharusnya melakukan cleansing data pada kelompok PBI terlebih dahulu.

"Patut diduga dikelompok ini masih banyak inefisiensi atau banyak peserta yang tidak tepat sasaran," pungkasnya.

Dikonfirmasi terpisah terkait tudingan kenaikan iuran BPJS yang terkesan sembunyi-sembunyi, Kepala Humas BPJS Kesehatan M Iqbal Anas Ma'ruf mengatakan hal ini sudah dibahas bersama para wakil rakyat.

"Apa yang dibahas di RDP dengan komisi IX sudah ditindaklanjuti oleh pemerintah dengan memberikan bantuan iuran Kelas III mandiri," katanya kepada Kompas.com, Rabu (13/5/2020).

https://www.kompas.com/tren/read/2020/05/14/201600265/soal-kenaikan-iuran-bpjs-ylki--terkesan-sembunyi-sembunyi

Terkini Lainnya

Parlemen Israel Loloskan RUU yang Menyatakan UNRWA sebagai Organisasi Teroris

Parlemen Israel Loloskan RUU yang Menyatakan UNRWA sebagai Organisasi Teroris

Tren
Apakah Haji Tanpa Visa Resmi Hukumnya Sah? Simak Penjelasan PBNU

Apakah Haji Tanpa Visa Resmi Hukumnya Sah? Simak Penjelasan PBNU

Tren
Satu Orang Meninggal Dunia Usai Tersedot Turbin Pesawat di Bandara Amsterdam

Satu Orang Meninggal Dunia Usai Tersedot Turbin Pesawat di Bandara Amsterdam

Tren
Pria Jepang yang Habiskan Rp 213 Juta demi Jadi Anjing, Kini Ingin Jadi Hewan Berkaki Empat Lain

Pria Jepang yang Habiskan Rp 213 Juta demi Jadi Anjing, Kini Ingin Jadi Hewan Berkaki Empat Lain

Tren
9 Orang yang Tak Disarankan Minum Teh Bunga Telang, Siapa Saja?

9 Orang yang Tak Disarankan Minum Teh Bunga Telang, Siapa Saja?

Tren
MA Ubah Syarat Usia Calon Kepala Daerah, Diputuskan 3 Hari, Picu Spekulasi Jalan Mulus bagi Kaesang

MA Ubah Syarat Usia Calon Kepala Daerah, Diputuskan 3 Hari, Picu Spekulasi Jalan Mulus bagi Kaesang

Tren
Profil Budi Djiwandono, Keponakan Prabowo yang Disebut Bakal Maju Pilkada Jakarta 2024

Profil Budi Djiwandono, Keponakan Prabowo yang Disebut Bakal Maju Pilkada Jakarta 2024

Tren
Tapera dan Kekhawatiran Akan Korupsi Asabri-Jiwasraya Jilid 2

Tapera dan Kekhawatiran Akan Korupsi Asabri-Jiwasraya Jilid 2

Tren
Sarkofagus Ramses II Ditemukan berkat Hieroglif dengan Lambang Nama Firaun

Sarkofagus Ramses II Ditemukan berkat Hieroglif dengan Lambang Nama Firaun

Tren
Kapan Pengumuman Tes Online Tahap 2 Rekrutmen Bersama BUMN 2024?

Kapan Pengumuman Tes Online Tahap 2 Rekrutmen Bersama BUMN 2024?

Tren
Saat Korea Utara Terbangkan Balon Udara Berisi Sampah dan Kotoran ke Wilayah Korsel...

Saat Korea Utara Terbangkan Balon Udara Berisi Sampah dan Kotoran ke Wilayah Korsel...

Tren
China Hukum Mati Pejabat yang Terima Suap Rp 2,4 Triliun

China Hukum Mati Pejabat yang Terima Suap Rp 2,4 Triliun

Tren
Kandungan dan Kegunaan Susu Evaporasi, Kenali Pula Efek Sampingnya!

Kandungan dan Kegunaan Susu Evaporasi, Kenali Pula Efek Sampingnya!

Tren
Pekerja Tidak Bayar Iuran Tapera Terancam Sanksi, Apa Saja?

Pekerja Tidak Bayar Iuran Tapera Terancam Sanksi, Apa Saja?

Tren
Pedangdut Nayunda Minta ke Cucu SYL agar Dijadikan Tenaga Honorer Kementan, Total Gaji Rp 45 Juta

Pedangdut Nayunda Minta ke Cucu SYL agar Dijadikan Tenaga Honorer Kementan, Total Gaji Rp 45 Juta

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke