KOMPAS.com - Sebuah video terkait dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap anak buah kapal (ABK) Indonesia yang bekerja di kapal China viral baru-baru ini.
Dalam video tersebut, diketahui para ABK tersebut mengaku dipekerjakan selama 18 jam. Bahkan bisa berdiri selama 30 jam dengan 6 jam istirahat.
Mereka yang jatuh sakit dan meninggal dunia jenazahnya dilarung ke laut.
Tapi apakah hal tersebut sudah sesuai dengan aturan International Labour Organization (ILO) atau Organisasi Buruh Internasional? Serta siapa saja yang bisa dilarung?
Dilansir laman resmi ILO, ketentuan terkait hal tersebut diatur dalam Seafarer’s Service Regulations.
Ketentuan tersebut berbunyi, jika ada pelaut atau ABK atau penumpang dalam pelayaran meninggal, maka majikan atau kapten kapal harus segera melaporkannya kepada keluarga korban.
Orang yang meninggal tersebut harus memenuhi persyaratan tertentu.
Syarat-syarat pelarungan
Menurut ILO, kapal tersebut haruslah kapal pesiar di perairan internasional.
Lalu, orang yang dilarung itu meninggal lebih dari 24 jam atau meninggal karena terkena penyakit.
Tapi bagi yang meninggal disebabkan oleh penyakit menular, mayatnya harus disterilkan.
Syarat lainnya, ketika para kru tidak dapat menjaga mayat karena alasan kebersihan atau pelabuhan tidak mengizinkan kapal menyimpan mayat atau alasan sah lainnya.
Jika tersedia, sertifikat kematian harus dikeluarkan oleh dokter kapal.
Saat melakukan penguburan laut atau pelarungan, kapten akan mengadakan ucapara kematian.
Dia juga harus mengambil langkah-langkah untuk mencegah jenazah mengambang di laut.
Tak bisa dilakukan begitu saja, upacara itu harus direkam atau difoto sedetail mungkin.
Peninggalan almarhum seperti sisa rambut dan barang-barang pribadi dipercayakan kepada kru kapal.
Selanjutnya diteruskan ke pasangan atau anggota keluarga dekat almarhum saat sudah tiba di daratan.
https://www.kompas.com/tren/read/2020/05/07/160600065/viral-video-jenazah-abk-indonesia-dilarung-di-laut-bagaimana-aturan-menurut