SI berkembang menjadi perkumpulan yang berkomitmen pada kepentingan bangsa, negara, dan agama.
Dalam waktu yang relatif singkat, organisasi ini berhasil meluas ke berbagai lapisan masyarakat dan mencapai reputasi sebagai gerakan yang bersifat nasionalis, demokratis, religius, dan memiliki fokus pada aspek ekonomi.
Baca juga: Tjokroaminoto dan Dapur Nasionalisme Soekarno
Pada awalnya, Sarekat Islam beroperasi tanpa kendala hingga awal 1920-an. Namun, perubahan signifikan terjadi dengan masuknya ideologi komunisme yang dibawa oleh Heenk Sneevliet.
Sneevliet merupakan seorang anggota Sosial Demokratis Arbeids Partij (berlandaskan
marxisme) di Negara Belanda kepada kalangan pergerakan nasional yang berasal dari Belanda.
Sneevliet berusaha menyusupkan ide komunis ke dalam Sarekat Islam, organisasi massa terbesar di Indonesia pada waktu itu.
Melihat potensi besar dalam organisasi ini, Sneevliet pun berupaya memanfaatkannya.
Sheevliet, bersama Adolf Baars, mendirikan Indische Social Democratische Vereenihing (ISDV) di Semarang pada 1914 dengan tujuan menyebarkan paham Marxis.
Meskipun ISDV tidak memiliki keterhubungan yang erat dengan rakyat, mereka berupaya memasuki Sarekat Islam.
Awalnya, pengaruhnya sulit diterima, terutama oleh Ketua Umum Sarekat Islam, H.O.S. Cokroaminoto, dan H. Agus Salim.
Namun, ide komunis berhasil meresap ke dalam generasi muda SI, seperti Semaun, H. Misbach, dan beberapa tokoh lainnya.
Perpecahan ini terjadi akibat adanya agitasi golongan komunis melalui tokoh Semaun dan Darsono ke dalam tubuh SI.
Perpecahan tersebut menghasilkan dua faksi utama, yaitu SI Merah dan SI Putih. Agitasi dari golongan komunis, yang dipimpin oleh tokoh seperti Semaun dan Darsono.
SI Merah yang berisi Semaoen, Alimin, dan Darsono berhaluan kiri berpusat di Kota Semarang.
Sementara itu, SI Putih yang diprakarsai H. Agus Salim, Abdul Muis, Suryopranoto, Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, berhaluan kanan berpusat dan di Yogyakarta.
Selain perpecahan ini, Cokroaminoto juga dituduh melakukan berbagai macam praktik tidak etis, seperti korupsi dana partai.