Sepasang nisan ini digunakan untuk memperingati kematian putri seorang sultan di Minye Tujuh, Aceh.
Menurut Stutterheim, nama orang yang dimakamkan adalah Raja Iman Varda Rahmatallah, putri Sultan Malik Al-Zahir.
Gelar Malik al-Zahir diketahui dipakai oleh beberapa sultan Kerajaan Samudera Pasai.
Berikut ini isi Prasasti Minye Tujoh berdasarkan terjemahan menurut Stutterheim.
[Setelah] hijrah Nabi-Yang terpilih-dia (perempuan) yang mangkat
Tujuh ratus delapan puluh dan satu tahun
Pada Dzulhijjah, pada keempat belas, Jumat
[Ialah] Ratu Iman Varda (?) Rahmatallah
Dari wangsa Bharuba (?), yang mempunyai hak atas Kedah dan Pasai
Memiliki tunas... seluruh dunia
Allah, ya Tuhanku, Tuhan Alam Semesta
Duduklah Tuhan utama [kita] di dalam surga
Baca juga: Prasasti Telaga Batu, Berisi Kutukan untuk Para Penjahat
Para ahli mengakui bahwa tidak mudah membuka rahasia Prasasti Minye Tujoh.
Pasalnya, terdapat bagian yang mudah dibaca, tetapi ada pula bagian lain yang sangat sukar dimengerti.
Kendati demikian, Prasasti Minye Tujoh diyakini berperan penting untuk menunjukkan bentuk terawal dari syair Melayu yang sudah ada pada abad ke-14.
Hal itu jauh lebih tua dari asumsi umum yang menyatakan bahwa syair Melayu muncul pada sekitar tahun 1600.
Selain itu, penggunaan aksara dan bahasa dalam Prasasti Minye Tujoh menunjukkan transisi budaya di Sumatera bagian utara pada akhir abad ke-14, di mana pengaruh Arab dan Persia mulai menggantikan pengaruh Hindu-Buddha.
Referensi: