Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Biografi Pramoedya Ananta Toer, Sastrawan Pengarang Bumi Manusia

Kompas.com - 15/08/2023, 11:18 WIB
Tri Indriawati

Penulis

Sumber Kompas.com

Dia meniti karier militer hingga menjadi prajurit resmi berpangkat Letnan II dan ditempatkan di Cikampek dengan sekutu Front Jakarta Timur.

Pada 1947, Pram kembali ke Jakarta melalui penyusupan.

Namun, ia kemudian ditangkap marinir Belanda pada 22 Juli 1947 karena menyimpan dokumen gerakan bawah tanah. Ia ditahan tanpa diadili di penjara Bukit Duri hingga 1949.

Baca juga: Pramoedya Ananta Toer dan Kenangan Masa Mudanya

Selama menjalani karier militer hingga dipenjara Belanda, Pram aktif menulis cerpen serta buku.

Karya pertama Pramoedya Ananta Toer adalah Sepoeloeh Kepala Nica yang ditulisnya pada 1946. Namun, naskah ini hilang di tangan Penerbit Balingka, Pasar Baru, Jakarta, pada 1947.

Setelah terbebas dari tahanan Belanda, Pram bekerja sebagai redaktur Balai Pustaka pada 1950-1951.

Pada 1950, Pram menerima hadiah sastra dari Balai Pustaka untuk novelnya yang berjudul Perburuan. 

Di tahun yang sama, Pram menikah dengan Husni Thamrin, seorang perempuan yang masih keluarga dekatnya.

Setelah tidak bekerja di Balai Pustaka, Pram mendirikan dan memimpin Literary dan Fitures Agency Duta pada 1952-1954.

Pram juga sempat tinggal di Belanda sebagai tamu dalam program pertukaran budaya dari Sticusa (Yayasan Belanda Kerja Sama Kebudayaan) pada 1953.

Pada 1956, Pram berkunjung ke Peking, Tiongkok, untuk menghadiri peringatan hari kematian Lu Sun. Di sanalah, ia mulai kagum dengan kejayaan Revolusi Tiongkok dalam segala bidang.

Bergabung Lekra

Pramoedya Ananta Toer bergabung dengan Pimpinan Pusat Lembaga Kesenian Rakyat (Lekra) yang berada di bawah naungan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada 1958.

Keterlibatan di Lekra pun menjadi awal perselisihan Pram dengan para seniman yang tidak sealiran, terutama penanda tangan Manifesto Kebudayaan (Manikebu) yang menentang PKI.

Gaya penulisan Pram juga berubah setelah bergabung dengan Lekra. Salah satunya terlihat dalam karyanya berjudul Korupsi yang merupakan tulisan fiksi untuk mengkritik pamong praja pemerintahan Orde Lama.

Tulisan-tulisan Pram yang memuat kritik keras ini kemudian menimbulkan friksi dengan pemerintahan Soekarno.

Pada 1962, Pramoedya Ananta Toer menjabat redaktur Lentera. Dia juga bekerja sebagai dosen di Fakultas Sastra Universitas Res Publika, Jakarta, sebagai dosen Akademi Jurnalistik Dr. Abdul Rivai.

Riwayat penahanan

Setelah meletusnya peristiwa Gerakan 30 September (G30S), kehidupan Pramoedya Ananta Toer menjadi semakin sulit. Sepanjang 14 tahun, Pram harus hidup sebagai tahanan politik tanpa proses pengadilan,

Ia mendapatkan pengalaman pahit saat ditangkap oleh gerombolan pemuda bertopeng tanggal 13 Oktober 1965. Pram disiksa, bahkan hingga pendengarannya rusak karena kepalanya dipukul dengan tommygun.

Pram kemudian dipenjara di Tangerang dan Salemba pada Oktober 1965 hingga Juli 1969.

Pada Juli 1969 hingga 16 Agustus 1969, Pram kemudian diasingkan di Pulau Nusakambangan.

Lalu, masa pengasingan Pram berlanjut selama 10 tahun di Pulai Buru mulai Agustus 1969 hingga November 1979.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com