Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Minuman Keras dan Gaya Hidup Modern Masyarakat Hindia Belanda

Kompas.com - 29/02/2024, 09:00 WIB
Ini Tanjung Tani,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kebiasaan meminum minuman keras sudah lama dilakukan masyarakat Nusantara. Dalam sejarah, minuman seperti tuak sudah dikonsumsi, bahkan saat bangsa Eropa belum masuk.

Salah satu bukti dapat dibaca pada kakawin Desawarnana. Mpu Prapanca menjelaskan tamu-tamu Kerajaan Majapahit adalah peminum berat dan pecandu alkohol.

Minuman keras seperti tuak, bir, dan arak biasanya dikonsumsi oleh kalangan atas. Biasanya, minuman ini tersedia di tempat-tempat perkumpulan atau perjamuan.

Setelah bangsa Eropa mulai masuk ke Nusantara, kebiasaan meminum minuman keras semakin hari diikuti oleh pribumi kelas bawah.

Baca juga: Muasal Behel, Kini Berkembang seperti Gaya Hidup

Peredaran Miras, Beer dan Tuak

Kemunculan pabrik-pabrik bir dan arak sekitar tahun 1930-an menandakan kebutuhan minuman keras semakin masif.

Bir, arak dan miras tidak hanya tersaji di perkumpulan dan perjamuan elit, melainkan juga diperdagangkan di tempat makan dan rumah bordil.

Beberapa juga dijualbelikan di hotel berstandar Eropa. Bahkan, minuman keras yang masuk ke Hindia Belanda juga didatangkan dari Eropa.

Pajak dan Cukai Miras

Karena mengalami peningkatan, minuman keras akhirnya dikenai cukai atau pajak oleh pemerintah Hindia Belanda.

Dalam Staatsblad 1916 Nomor 186, pengusaha minuman keras dikenai pajak sebesar 45 gulden untuk minuman dengan penyulingan 3/4 dari 1,5 liter.

Pengenaan cukai bertujuan untuk meraup keuntungan serta menertibkan peredaran minuman keras di pasaran.

Pendirian pabrik-pabrik bir dan arak serta pengenaan cukai terhadap minuman tersebut, secara tidak langsung mendukung perkembangan ekonomi di beberapa kota Hindia Belanda.

Baca juga: Menilik Kawasan Elite di Hindia Belanda pada Masa Kolonial

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com