TANGGAL 26 Juli, 8 Dzulhijjah bus-bus besar dari arah Raudah, Jarwal, Mahbas Jin, Misfalah, Shishah bergerak pelan-pelan ke arah Arafah. Mulai jam 6 pagi, kursi-kursi roda sudah mulai di pindah ke sana.
Tepat di depan terowongan tol Mina, bus-bus macet dari siang sampai sore hari. Penulis bersama dengan tim Monitoring Kementerian Agama, bersama Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa’di, Stafsus dan Staf Ahli di bawah pimpinan Prof. Abu Rohmat bergerak pada jam 10 malam.
Di tenda-tenda Arafah yang sudah nyaman dan modifikasi modern, para jamaah sudah ditentukan tempatnya dari sebelas sektor dan 556 kloter. Penempatan sudah rapi.
Itulah pelaksanaan wukuf (rehat) di padang Arafah yang tekenal ganas itu. Semua tenda ber-AC. Masjid sektor juga terbuat dari tenda bertiang besi. AC berlipat-lipat.
Para jamaah dan petugas lebih banyak tinggal di tenda-tenda dan mengurangi terik alam terbuka. Udara mencapai 47 derajat.
Wuquf asal katanya berhenti, dalam bahasa Inggris stop. Qif hina ya Habibi (berhenti di sini saudaraku), sering kita dengar dari arahan polisi-polisi Mekkah.
Pada khotbah wuquf di tenda Amirul haj, 9 Dzulhijjah, Habib Ali Hasan al-Bahar mengembalikan tema wuquf ke Nabi Adam dan Ibrahim. Nabi Muhammad menyampaikan khotbah perpisahan (wada) pada saat wuquf.
Ibadah haji mengembalikan memori soal asal muasal manusia. Habib Bahar kembali ke doktrin teologi.
Namun, Penulis mengambil hikmah dari wukuf dengan cara mengembalikan asal muasal rehat pada masyarakat peralihan nomaden (pindah-pindah) ke sedentari (mukim tetap).
Perlu dicatat bahwa Islam bertradisi Semitik, lahir di Timur Tengah tempat peralihan banyak pola hidup manusia.
Masyarakat nomaden Baduwi mendominasi Timur Tengah dari gurun-gurun Afrika sampai bebatuan Jazirah Arab.
Wukuf pada haji mengingatkan kita pada masyarakat nomaden pastoral, yang ditandai dengan peternakan.
Masyarakat nomaden sedikitnya ada dua: nomaden awal berupa pemburu dan pengumpul (hunter and gatherer) dan nomaden pastoral (peternak).
Nomaden hunter bisa dilihat di suku-suku Amazon, Aborigin Australia, Papua, atau kedalaman Kalimantan. Nomaden jenis ini berpindah-pindah bergantung pada hewan buruan dan tanaman. Mereka kurang melibatkan tenda.
Masyarakat nomaden pastoral banyak contohnya, suku-suku Mongol, Kuchi di Afghanistan, Tuareg di Sahara yang tersebar di berbagai negara Nigeria, Mali, dan Burkina Faso.