Sejak ditaklukkan Raja Jayabaya, kesejarahan mengenai Kerajaan Jenggala sulit ditemui.
Kendati demikian, perseteruan panjang perebutan takhta dari keturunan Raja Airlangga tidak berhenti dan mencoba diredam dengan adanya perkawinan.
Baca juga: Isi Prasasti Sirah Keting yang Ditemukan di Ponorogo
Ketika Kameswara menjadi raja Kediri, permaisurinya adalah Kirana, putri Girindra dari Jenggala.
Pada 1194, Kertajaya naik takhta menggantikan kakaknya, Kameswara.
Hal itu memicu kemarahan Girindra di Jenggala, yang menginginkan putra Kameswara dan Kirana untuk menjadi raja Kediri selanjutnya alih-alih Kertajaya.
Girindra pun mengerahkan pasukannya untuk menyerang ibu kota Kerajaan Kediri di Daha (sekarang di Kediri), yang memaksa Raja Kertajaya untuk mengungsi.
Bersama pasukan pimpinan Senopati Tunggul Ametung, Raja Kertajaya dibawa menuju Katandan Sakapat dan Kamulan (sekarang masuk wilayah Tulungagung dan Trenggalek).
Di Katandan Sakapat dan Kamulan inilah Raja Kertajaya mendirikan keraton sementara Kerajaan Kediri.
Baca juga: Isi Prasasti Biri Peninggalan Raja Kertajaya
Tunggul Ametung bersama penduduk Katandan Sakapat dan Kamulan menyerang balik hingga berhasil menyingkirkan Girindra dari Daha.
Sebagai bentuk penghargaan atas segala dukungan yang diberikan kepadanya, Raja Kertajaya menetapkan Katandan Sakapat dan sekitarnya, termasuk daerah Kamulan, sebagai sima atau daerah yang dibebaskan dari segala pungutan pajak kerajaan.
Sebagai peringatan atas anugerah raja tersebut, dibuatlah Prasasti Kamulan pada 31 Agustus 1194.
Pada waktu prasasti dibuat, daerah Kamulan dan sekitarnya masih termasuk wilayah Kalangbret, Tulungagung.
Wilayah Kamulan selanjutnya menjadi bagian dari Kabupaten Trenggalek. Oleh karena itu, tanggal 31 Agustus 1194 kemudian ditetapkan sebagai hari berdirinya Kabupaten Trenggalek.
Setelah ditemukan, Prasasti Kamulan awalnya disimpan di Museum Daerah Wajakensis Tulungagung.
Pada Desember 2021, Prasasti Kamulan dipindahkan ke Pendopo Kabupaten Trenggalek.
Referensi: