Surat kabar Pewarta Wolanda ditulis dalam Bahasa Melayu.
Selain mengurus surat kabar itu, Rivai juga kerap mengirimkan hasil tulisannya ke berbagai media massa yang terbit di Belanda dan Indonesia.
Berkat ketajaman tulisannya itu, Rivai justru lebih dikenal sebagai seorang wartawan dibanding dokter.
Rivai meneruskan kariernya sebagai wartawan dengan menerbitkan Bendera Wolanda pada 15 April 1901 bersama rekan-rekannya, yaitu Henri, Constant, Claude, Clockener, dan Brousson.
Kemudian, bersama dengan Brousson, Rivai mendirikan usaha penerbitan Bintang Hindia pada Juli 1902.
Dua tahun setelahnya, pada 1904, Rivai pernah menulis sebuah sajak-puja yang khusus ditujukan untuk Ratu Emma.
Pada 1907, Rivai memutuskan untuk keluar dari Bintang Hindia. Kendati demikian, kiprahnya sebagai wartawan masih terus berlanjut.
Sepanjang tahun 1919-1921, Abdoel Rivai masih aktif mengirim tulisan ke berbagai surat kabar di Indonesia.
Tidak hanya itu, Abdoel Rivai juga menulis sebuah buku terjemahan bertajuk "Pengadjaran Perihal Melakukan Kewadjiban Orang Beristeri" pada 1892 dan buku "Student Indonesia di Eropa."
Baca juga: Perkembangan Pers di Indonesia dari Masa ke Masa
Setelah mengabdikan diri sebagai wartawan, Abdoel Rivai tutup usia pada 16 Oktober 1937 di Bandung, Jawa Barat, dalam usia 66 tahun.
Berkat kiprahnya dalam dunia pers, pemerintah RI menganugerahi Abdoel Rivai gelar sebagai Perintis Pers Indonesia pada 1974.
Abdoel Rivai kemudian dikenal sebagai Dokter Perintis Pers Indonesia.
Referensi: