Untuk melakukan perlawanan, Nuku mengumpulkan kekuatan guna melawan kompeni Belanda. Ia mulai membangun kora-kora di daerah sekitar Pulau Seram dan Irian Jaya.
Lebih lanjut, Nuku juga mendirikan basis pertahanan di Seram Timur pada 1781.
Enam tahun berselang, tahun 1787, Belanda menyerbu Seram Timur untuk menjatuhkan Sultan Nuku dan pasukannya.
Walaupun basis pertahanan Nuku di Seram Timur berhasil direbut oleh Belanda, Nuku lolos dan mengalihkan basis pertahanannya ke Pulau Gorong.
Di Pulau Gorong inilah Nuku menyusun strategi perlawanan baru guna merebut takhta dan mengusir Belanda dari Tidore.
Salah satu strategi yang dilakukan Nuku adalah dengan bekerja sama dengan orang-orang Inggris, di mana ia menghasut mereka agar bersedia mengusir orang-orang Belanda.
Pasukan Nuku pun semakin menguat setelah mendapat perlengkapan perang dari Inggris.
Karena banyak mengalami kekalahan, VOC mengajukan tawaran berunding dengan Nuku, tetapi ditolak.
Kemudian, pada 1796, pasukan Nuku berhasil merebut dan menguasai Pulau Banda.
Setahun setelahnya, tahun 1797, Nuku telah kembali menguasai Tidore, yang kemudian membuat Sultan Kamaluddin melarikan diri ke Ternate.
Nuku kemudian dinobatkan sebagai sultan oleh rakyat Tidore dengan gelar Sri Paduka Maha Tuan Sultan Saidul Jehad el Ma'bus Amiruddin Syah Kaicil Paparangan.
Baca juga: Sejarah Berdirinya Kerajaan Tidore
Meskipun sudah berhasil merebut kembali Tidore, Sultan Nuku tetap mengerahkan kekuatannya terhadap Belanda di Ternate.
Pada akhirnya, tahun 1801, Ternate berhasil dibebaskan dari cengkraman Belanda.
Sultan Nuku kemudian meninggal dunia pada 1805, pada usia 67 tahun.
Untuk menghargai jasa-jasanya, Sultan Nuku dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan SK Presiden RI No. 071/TK/1995, pada 7 Agustus 1995.
Referensi: