Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Isi Pidato yang Dibacakan Mohammad Hatta di Pengadilan Belanda

Kompas.com - 01/12/2022, 11:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

Negeri Belanda menguasai sepenuhnya, bagaimana Indonesia akan merdeka, dengan jalan
kekerasan atau dengan jalan damai. Tetapi, dengan memperhatikan sikap sebagian besar
rakyat Belanda, seperti yang terjadi pada debat dalam Tweede Kamer (Majelis Rendah) pada
tahun 1925 tentang undang-undang yang akan mengatur susunan pemerintahan Hindia
Belanda, aku khawatir bahwa jalan yang pertama akan ditempuh.


Bahwa penjajahan Belanda akan berakhir, bagiku itu pasti. Itu hanya soal waktu dan bukan
soal ya atau tidak. Janganlah Nederland menyugesti dirinya sendiri bahwa penjajahannya
akan tetap sampai akhir zaman.

Ada satu hal lagi, Tuan Presiden, yang akan aku singgung, yaitu penahanan preventif kami.
Kami berdiri disini bukan sebagai penjahat, melainkan kami orang-orang yang jujur, yang
membela keyakinan kami. Tuan dapat menerima apa yang aku kemukakan.
Penahanan kami selalu diberi alasan ‘takut akan lari’. Lari, Tuan Presiden? Kami terlalu
jantan untuk lari. Kami berjuang untuk suatu cita-cita tinggi dan lari hanya merusak tujuan
kami sendiri. Keyakinan kami barangkali bukan keyakinan Tuan, tetapi suatu hal yang dapat
menyamakan pendapat kita karena kita bukan penjahat, yaitu menghargai pendapat masing-
masing. Penghargaan itu akan menginsafkan Tuan bahwa lari adalah suatu perbuatan
pengecut yang tak mungkin akan kami lakukan.

Baca juga: Mengapa Mohammad Hatta Mengundurkan Diri sebagai Wakil Presiden?

Tetapi, baiklah aku bicara tidak dalam abstrakto saja, akan aku sebutkan bukti yang nyata
untuk menginsafkan Tuan bahwa alasan ‘Taku akan lari’ tidak ada dasarnya sama sekali.
Apabila sekitarnya ada niatku untuk lari, justru Nederland tak akan pernah dapat
menangkapku. Aku sedang berada di Swiss, waktu penuntutan terhadap kami bermula
dengan penggeledahan di rumah-rumah kami. Dan aku akan tetap tinggal disana apabila ada
kiranya padaku rasa takut akan dituntut berdasarkan hukum pidana. Sebaliknya! Justru,
berhubung dengan kemungkinan perkara kami akan dimajukan ke muka mahkamah yang aku
duga akan terjadi pada akhir September, aku persingkat masa liburku di luar negeri dan aku
kembali ke Nederland. Juga teman-temanku yang tiga orang ini waktu masa libur berada di
luar negeri. Apabila sekiranya ada pada mereka niat akan lari, mereka akan tetap saja ada
disana. Tetapi, Tuan Presiden, kejujuran kami melarang kami dibayar dengan mengurung
kami lima setengah bulan dalam penjara.

Alasan ‘takut akan lari’ sama sekali tidak dapat dipertahankan. Sebab itu aku mendesak
kepada Tuan, sambil menunggu keputusan Tuan tentang perkara kami, tahanan preventif
kami segera dicabut. Aku percaya bahwa Tuan dalam hal ini juga akan melaksanakan hukum.

Yang terhormat Tuan-tuan presiden dan Hakim!

Aku sampai sekarang pada akhir pembelaanku, inginlah aku mempergunakan
kedudukanku sebagai orang yang tertuduh menjadi penuduh terhadap kezaliman yang
diderita terus menerus oleh bangsaku. Kepada Tuan-tuan, pendukung hukum dan keadilan,
aku majukan pertanyaan, apakah sesuai dengan jabatan Tuan-tuan untuk menyetujui
perbuatan Pemerintah Belanda yang bertentangan dengan hukum terhadap pemuda Indonesia
yang tidak berdaya. Bertahun-tahun hiudp kami di negeri ini dipersukar dengan berbagai
macam cara. Kami kira bahwa kami disini dalam Negara Grotius, dimana hak asasi manusia
dijunjung tinggi, merasai juga hak-hak elementer itu. Tetapi, tidak! Karena orang tidak dapat
berbuat apa-apa terhadap kami, selain daripada perantaraan mahkamah, diambil cara imoril
untuk menikam kami. Orang tua kami di Indonesia dengan ancaman keluar dari jabatan
pemerintah atau dengan cara lain, dilarang mengirimkan uang untuk anaknya di negeri.

Baca juga: Peran Mohammad Hatta dalam Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Belanda selama ia masih menjadi anggota Perhimpunan Indonesia. Tindakan itu serua dengan
sebilah pedang bermata dua yang menyayat timbal balik. Pada satu pihak anaknya
ditelantarkan di negeri orang dan menderita kesukaran, pada pihak lain ditimbulkan
pertentangan antara bapak dan anak, antara generasi tua dan generasi muda. Juga dengan
tiada ancaman itu ada hubungan yang tegang antara angkatan tua dan muda. Juga denga tiada
tindakan pemerintah, ayah dan anak hidup dalam suasana terpisah. Orang tua yang hidupnya
terkait kepada tradisi lama dan merasai hidupnya sudah dekat pada lobang kubur, ingin
mempertahankan apa yang ada, berhadapan dengan amgkatan muda yang menyongsong sinar
merah pagi dan jiwanya penuh dengan cahaya baru yang datang. Keyakinannya begitu kuat
dan kepercayaannya hidup dalam hatinya yang muda, sehingga tidak dapat dibunuh. Cinta
dan semangat begitu duduk dalam jiwanya sehingga anak muda, sekali pun dengan jiwa yang
luka, bersedia memutuskan hubungan keluarga untuk membela kepercayaannya.

Sesungguhpun begitu, Tuan Presiden, cara mengadakan provokasi, cara menekan beberapa
pelajar Indonesia disini supaya hidup sengsara dan menderita, bertentangan dengan hukum
dan berdosa!

Kepada Tuan-tuan para Hakim, pengasuh hukum, aku bertanya dengan penuh kepercayaan,
apakah car ini bukan suatu jalan yang tidak langsung untuk menghalangi kami di negeri ini
bergerak bebas, yang bertentangan dengan hukum Undang-Undang Dasar? Kepada Tuan-
tuan aku bernai bertanya dengan kepercayaan: apakah tindakan itu tidak melanggar
kebebasan yang diakui oleh Undang-Undang Dasar?

Apakah tidak akan menimbulkan kejengkelan yang lebih besar kepada kami, apabila orang
dengan jalan yang sewenang-wenang saja menyuruh rasakan kepada kami, juga dengan jalan
yang bertentangan dengan hukum yang berlaku, betapa sedihnya nasib menjadi bagian
daripada bangsa yang tidak merdeka? Sangat jelas bahwa jaminan hukum bagi kami, putra-
putra suatu bangsa yang terjajah, tidak ada dimana-mana.

Tetapi, pemuda Perhimpunan Indonesia tahu menderita, sebagaimana tiap-tiap pemuda
bangsa yang terjajah harus menderita. Masa mudanya bukan bulan terang seperti masa
mudanya putra bangsa yang merdeka. Pada masa mudanya mereka menderita dan
memberikan berbagai pengorbanan. Tetapi, semuanya ini membina pikirannya dan
karakternya dalam perjuangan untuk cita-cita yang mengubik dan memanggil. Panggilan
suara rakyat Indonesia yang banyak serasa terdengar dan menggembirakan mereka, dan
bersama dengan rakyat banyak itu mereka mau berjuang.

“kami percaya masa datang bangsa kami dan kami percaya atas kekuatan yang ada dalam
jiwanya. Kami tahu bahwa neraca kekuatan di Indonesia senantiasa berkisar ke arah
keuntungan kami. “orang katakan- kata Indonesia Merdeka- bahwa bangsa kami, yang besar
di masa yang lampau tidak lagi mampu untuk mendukung kebesaran di masa datang bahwa tidak mungkin lagi mengatasi garis yang menurun. Kami tidak akan mengadili bangsa kami, sejarah akan menentukannya.

“sinar merah masa datang sudah mulai menyingsing sekarang. Kami menghormati itu sebagai datangnya hari baru. Pemuda Indonesia harus menolong kami mengemudi ke jurusan yang benar. Tugasnya ialah mempercepat datangnya hari baru itu. Ia harus mengajar rakyat kami kegembiraan; bukan sengsara saja yang harus menjadi bagiannya. Mudah-mudahan rakyat Indonesia merasa merdeka di bawah langitnya dan mudah-mudahan mereka merasa menjadi Tuan sendiri dalam Negara yang dikaruniakan Tuhan kepada mereka.

“Yang Mulia Tuan-tuan Hakim!”

“sekarang aku sedang siap menunggu keputusan Tuan-tuan tentang pergerakan kami. Kata-kata Rene de Clerq, yang dipilih pemuda Indonesia sebagai petunjuk, hinggap di bibirku:
“Hanya satu tanah yang dapat disebut Tanah Airku, Ia berkembang dengan usaha, dan usaha itu ialah usahaku.”

 

Referensi:

  • TEMPO. (2021). Seri Tempo: Hatta (NEW). Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
  • Hatta. Muhammad. 2011. Untuk Negeriku: Sebuah Otobiografi Jilid 1. Jakarta: Kompas.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com