Candi Borobudur dibangun dengan batu yang dipotong dan disusun secara rapi tanpa menggunakan mortar atau elemen untuk melengketkan batu.
Ada sekitar lebih dari 1,6 juta balok batu andesit yang digunakan untuk membangun Candi Borobudur.
Setelah sempat terkubur lama, Candi Borobudur ditemukan oleh Sir Thomas Stamford Raffles pada 1814, yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Jenderal Inggris di Jawa.
Sejak saat itu, Borobudur telah mengalami serangkaian upaya penyelamatan dan pemugaran (perbaikan kembali).
Candi Borobudur juga kerap dijadikan sebagai obyek penelitian oleh para ahli, baik dari dalam maupun luar negeri.
Baca juga: Sejarah Berdirinya Candi Borobudur
Kemegahan Candi Borobudur menjadi salah satu bukti kejayaan dan kehormatan Kerajaan Mataram Kuno.
Sejarawan Belanda, Dr. J.G Casparis, mengemukan bahwa Candi Borobudur pada hakikatnya merupakan gambaran secara visual filsafat agama Buddha.
Candi Borobudur adalah hasil akulturasi kebudayaan Buddha dengan kebudayaan asli Indonesia.
Kebudayaan indonesia tampak dari bentuk bangunannya yang berupa punden berundak.
Candi Borobudur berbentuk punden berundak, yang terdiri dari sembilan tingkatan, yang semakin tinggi semakin mengecil, dengan empat tangga pada setiap arah mata angin.
Enam tingkat di bagian bawah berbentuk bujur sangkar dan tiga tingkatan atas berbentuk lingkaran yang dihiasi sejumlah stupa, di mana tingkat paling atas terdapat stupa induk yang besar dan berfungsi sebagai puncak bangunan.
Baca juga: Ciri-ciri Candi Langgam Jawa Tengah
Setiap tingkatan konon melambangkan tahapan kehidupan manusia. Dalam ajaran Buddha, disebutkan bahwa setiap orang yang ingin mencapai puncak harus melalui setiap tingkatan kehidupan.
Struktur bangunan Candi Borobudur yang berundak diyakini menggambarkan alam semesta yang terbagi ke dalam tiga zona, yaitu:
Baca juga: Relief Candi Borobudur: Susunan dan Maknanya
Candi Borobudur dihiasi dengan 2.672 relief dan 504 patung Buddha. Konon, relief yang ada apabila dibentangkan maka panjangnya diperkirakan mencapai 6 kilometer.