KOMPAS.com - Angkatan Pujangga Baru merupakan salah satu bagian dari periodisasi sejarah sastra Indonesia.
Angkatan Pujangga Baru muncul pada 1930-an, tepatnya setelah periode Balai Pustaka.
Sebutan Pujangga Baru berawal dari majalah sastra dan budaya "Poedjangga Baroe", yang terbit 29 Juli 1933.
Angkatan Pujangga Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka terhadap karya sastrawan pada masa itu, terutama karya sastra yang menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan.
Banyak sastrawan Angkatan Pujangga Baru yang piawai dan membuat berbagai gebrakan terhadap sastra Indonesia.
Nama dan karya para sastrawan Angkatan Pujangga Baru pun terus dikenang hingga sekarang.
Baca juga: Perkembangan Sastra di Indonesia
Berkat ikrar Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928, lahir berbagai semangat baru yang dikobarkan oleh kaum muda.
Salah satunya adalah semangat dalam menggerakkan bidang budaya, termasuk sastra.
Angkatan Pujangga Baru merupakan salah satu bentuk perwujudan dari semangat dalam menggerakkan bidang budaya.
Pemberian nama Pujangga Baru berdasarkan penerbitan majalah Poedjangga Baroe pada 1933.
Pelopor penerbitan majalah Poedjangga Baroe untuk pertama kalinya adalah Sutan Takdir Alisjahbana, Amir Hamzah, dan Armijn Pane.
Majalah Poedjangga Baroe juga diterbitkan karena banyak karya sastrawan yang disensor oleh Balai Pustaka.
Baca juga: Periode Sastra Pujangga Baru
Sebagian besar yang disensor adalah karya tulis yang memiliki tema nasionalisme dan kesadaran bangsa.
Oleh karena itu, majalah Poedjangga Baroe hadir untuk dijadikan wadah para penulis untuk menyumbangkan karya sastra dan kebudayaan.
lsi majalah tersebut di antaranya adalah puisi, cerita pendek, roman, drama, esai, kritik sastra, dan telaah kebudayaan.
Adapun beberapa sastrawan yang termasuk dalam Angkatan Pujangga Baru di antaranya:
Baca juga: Karya-Karya Sastra Angkatan Pujangga Baru
Sastrawan yang termasuk dalam Angkatan Pujangga Baru memiliki ciri khas dalam menulis karya-karyanya, antara lain:
Umumnya, karya yang ditulis oleh para sastrawan Angkatan Pujangga Baru adalah seputar masalah kehidupan masyarakat kota. Misalnya tentang emansipasi dan pilihan individu.
Ditambah lagi, ide nasionalisme untuk mempersatukan bangsa begitu kental pada sebagian besar karya sastrawan Angkatan Pujangga Baru.
Baca juga: HB Jassin, Paus Sastra Indonesia
Berikut adalah beberapa sastrawan Angkatan Pujangga Baru yang terkenal beserta karyanya.
Baca juga: Kontroversi Karya Sastra Angkatan 66
Baca juga: Buya Hamka, Pahlawan Nasional dan Penulis Novel Terlaris
Sutan Takdir Alisjahbana sebagai salah satu pelopor Angkatan Pujangga Baru menganggap bahwa masyarakat Indonesia harus dinamis seperti masyarakat negara Barat.
Sutan Takdir Alisjahbana juga menawarkan penggunaan bahasa selain bahasa Melayu, yaitu bahasa Indonesia, perpaduan antara bahasa daerah masing-masing, sampai campuran bahasa asing.
Oleh karena itu, timbul kritik dari beberapa kalangan yang menganggap bahwa Sutan Takdir Alisjahbana mencoba untuk merusak bahasa Melayu.
Hingga akhirnya, muncul konflik perbedaan pendapat budaya antara Sutan Takdir Alisjahbana dan sastrawan lain yang juga menerbitkan majalah atau surat kabar.
Konflik tersebut disebut "Polemik Kebudayaan", yang terbagi menjadi tiga tahap, sebagai berikut.
Baca juga: Sutan Takdir Alisjahbana, Ahli Tata Bahasa Indonesia
Secara garis besar, perdebatan yang terjadi hingga tiga babak itu dipicu oleh pemikiran Sutan Takdir Alisjahbana yang begitu terinspirasi dengan kebudayaan Barat.
Sutan Takdir Alisjahbana dianggap tidak memberi ruang pada kebudayaan Indonesia di masa lampau.
Beberapa tokoh yang terlibat dalam perdebatan tersebut merasa harus mempertahankan budaya timur dan tradisionalisme.
Referensi: