Mereka juga menyamakan AS dengan penjajah Perancis, sehingga semangat untuk melawan dari rakyat Selatan pun tinggi.
Cara ini dipadukan dengan operasi militer konvensional yang kemudian disebut sebagai strategi PEG (peasants, enemy, guerilla) atau petani, musuh, gerilya, di mana tentara Vietnam Utara mendekati para petani yang dapat memenuhi kebutuhan makan mereka, kemudian melakukan propaganda, serta melakukan perang gerilya.
Baca juga: Vietnam, Negara ASEAN yang Pernah Terbagi Dua
Sejak melawan Perancis, baik Vietcong dan Vietminh telah menguasai jalur-jalur penting, termasuk terowongan rahasia, yang oleh pasukan AS disebut sebagai "terowongan maut".
Terowongan yang terkenal adalah Terowongan Chu Chi, yang letaknya sangat strategis untuk menggempur tentara AS di Vietnam Selatan.
Perlengkapan seperti barak-barak, fasilitas kesehatan, dan logistik, juga telah tersusun rapi di bawah tanah.
Hal itulah yang membuat pasukan Vietcong dan Vietminh lebih unggul dari AS, yang notabene memiliki persenjataan lebih canggih.
AS selalu membedakan Vietcong dengan tentara Vietnam Utara atau Vietminh. Menurut AS, Vietminh adalah agresor, sedangkan gerilya Vietcong hanyalah pengacau.
Oleh karena itu, AS selalu meremehkan Vietcong dan lebih mengonsentrasikan pertempuran dengan Vietminh.
Selain bertempur secara "hit and run", pasukan Vietcong berhasil memenangkan perang dengan membangun daerah kantong-kantong besar dekat perbatasan Vietnam-Kamboja.
Vietcong juga menjalin kerjasama dengan Khmer Merah dan Pathet Lao (Pasukan Komunis Laos), yang pada akhirnya berhasil membuat pasukan AS gelagapan.
Akhirnya pada April 1975, akibat gempuran dari Vietminh dan Vietcong, Vietnam Selatan jatuh ke tangan Komunis.
Sementara AS harus menelan pil pahit karena harus angkat kaki dan menerima kekalahan pertamanya dalam peperangan melawan negara berkembang di Asia Tenggara.
Baca juga: Keterlibatan Amerika Serikat dalam Perang Vietnam
Referensi: