Toyoko menjadi kendaraan roda tiga yang sangat gencar pada saat itu.
Akibatnya, kegiatan ini banyak ditiru oleh para pedagang, Mereka mengimpor sekitar 100 unit Toyoko dari Jepang.
Namun, karena tidak memiliki izin impor, maka Toyoko milik para pedagang dianggap sebagai barang selundupan.
Pada akhirnya, Toyoko tidak berizin ini disita oleh pihak berwenang di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.
Setelah disita, Toyoko tidak berizin tersebut dijadikan milik Departemen Koperasi.
Baca juga: Pemerintahan Komisaris Jenderal Belanda (1816-1818)
Kabar untuk membuat Toyoko sebagai pengganti becak rupanya menuai kontroversi.
Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, H Mansyur Achmad mempertanyakan perihal kelayakan Toyoko.
Menurut Mansyur, kendaraan roda tiga harus berbahan bakar gas, sesuai kampanye udara bersih yang digalakkan gubernur DKI Jakarta.
Selain itu, kendaraan roda tiga termasuk jenis kendaraan yang tidak dikembangkan di DKI Jakarta, peruntukannya hanya untuk di lingkungan permukiman.
Meskipun saat itu banyak kontroversi dan tentangan yang muncul terkait Toyoko, pada akhirnya kendaraan roda tiga asal Jepang tersebut tetap diizinkan oleh pemerintah DKI Jakarta.
Baca juga: Bendera Pusaka Pernah Hilang, Ini Ceritanya
Setelah setahun beroperasi, Toyoko tidak mampu menalangi persoalan lalu lintas di Jakarta.
Para pengemudi Toyoko justru beroperasi di jalan-jalan pusat kota dan berbaur dengan kawanan bajaj.
Pada tahun berikutnya, jumlah pengemudi Toyoko semakin mengecil. Dari yang tadinya ada 500 unit menjadi tinggal 100 unit yang beroperasi.
Hal ini terjadi karena sebagian besar pengemudi tidak memenuhi kewajiban kredit mereka.
Pada akhirnya, tahun 1992, Toyoko telah menghilang di Jakarta, karena pemutusan izin usaha, dampak polusi, dan kerusakan suku cadang.
(Historia.id/Martin Sitompul)
Artikel ini telah tayang di Historia.id dengan judul "Alkisah Toyoko, Bajaj Jepang yang Pernah Ramaikan Jalanan Jakarta".