Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Petisi Sutardjo: Latar Belakang, Isi, Reaksi, dan Penolakan

Kompas.com - 12/08/2021, 15:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

Pers Belanda menganggap petisi ini tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya terjadi.

Golongan reaksioner Belanda juga beranggapan bahwa Indonesia belum matang untuk berdiri sendiri. 

Sedangkan pihak Indonesia beranggapan bahwa pemerintah memang bermaksud untuk selalu meningkatkan peran rakyat dalam mengendalikan pemerintahan. 

Setelah banyak melewati pro dan kontra, tanggal 17 September 1936, Petisi Sutardjo diterima untuk dibicarakan kembali dalam sidang khusus. 

Sidang khusus berlangsung hingga 29 September 1936. Usai persidangan, diadakanlah pemungutan suara. 

Petisi Sutardjo disetujui oleh volksraad (dewan rakyat) dengan perbandingan 26 suara setuju dan 20 menolak. 

Kemudian, tanggal 1 Oktober 1936, petisi yang telah menjadi petisi volksraad ini dikirim kepada Ratu, Staten Generaal, dan Menteri Koloni di Belanda. 

Sementara sedang menunggu keputusan diterima atau tidak, pada persidangan volksraad Juli 1937, Sutardjo memberi usulan baru tentang rencana Indonesia, Indonesia berdiri sendiri. 

Rencana ini akan dibagi dalam dua tahap, masing-masing untuk lima tahun. 

Usulan baru ini juga akan kembali didiskusikan oleh pemerintah Belanda, apakah akan diterima atau ditolak. 

Baca juga: Mengapa Belanda Tidak Mengakui Kemerdekaan Indonesia?

Petisi Ditolak

Setelah berunding cukup lama, dalam persidangan volksraad pada Juli 1938, Gubernur Jenderal Tjarda telah menganggap bahwa petisi ini lebih baik ditolak. 

Alasannya, karena petisi ini memiliki isi yang kurang jelas. Mengingat juga bahwa belum dapat dipastikan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. 

Untuk itu, Gubernur Jenderal Tjarda menyarankan bahwa petisi ini harus ditolak. 

Akhirnya, melalui keputusan Kerajaan Belanda No. 40 tanggal 14 November 1938, Petisi Sutardjo ditolak oleh Ratu Wilhelmina. 

Alasan penolakannya antara lain bahwa bangsa Indonesia belum matang untuk memikul tanggung jawab memerintah diri sendiri. 

Referensi:

  • Notosusanto, Nugroho dan Marwati Djoened Poesponegoro. (2019). Sejarah Nasional Indonesia V Zaman Kebangkitan Nasional dan Masa Akhir Hindia Belanda (1900-1942). Jakarta: Balai Pustaka.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com