Setelah itu, Mohammad Noor banyak berpindah-pindah tempat untuk bekerja dari Batavia, Bandung, Lumajang, hingga Banyuwangi pada 1942.
Tahun 1942, saat Jepang menguasai Indonesia, Mohammad Noor ditugaskan sebagai Kepala Irrigatie Afd. Pakalen.
Ia juga diangkat sebagai wakil sekjen Departemen Perhubungan/Pekerjaan Umum atau Dobuku hingga 1945.
Tidak hanya berkiprah dalam bidang politik, Mohammad Noor juga berjuang pada masa revolusi untuk melawan Belanda.
Baca juga: Lafran Pane: Pendidikan, Peran, dan Karyanya
Noor menerapkan dua strategi dalam perjuangnnya, yaitu Periode Infiltrasi Bersenjata dan Periode Infiltasi Politik.
Dalam strategi periode infiltrasi bersenjata, ia bekerja sama dengan pemimpin Angkatan Laut, Udara, dan Darat.
Mohammad Noor bersama dengan mereka melakukan koordinasi bersama infiltran pejuang kemerdekaan melalui berbagai ekspedisi lintas laut dan udara.
Melalui lintas laut, ia mengirimkan beberapa ekspedisi ke Kalimantan. Ekspedisi tersebut adalah:
Kemudian, pada lintas udara, Mohammad Noor membentuk tentara payung bersama Komodor S. Suryadarma.
Penerjunan pertama atas instruksi Mohammad Noor dilakukan di bawah nama sandi MN 1001 dari pesawat Dakota C-47 di daerah Pangkalan Bun.
Lalu, dalam strategi periode infiltrasi politik, ia mendirikan yayasan sebagai kedok perjuangan.
Nama yayasan tersebut adalah Yayasan Dharma, didirikan pada 10 November 1947.
Yayasan ini menerbitkan sebuat mingguan bernama Mimbar Indonesia.
Tujuan Mimbar Indonesia adalah untuk memberikan penerangan serta menanamkan semangat bernegara ketika Republik Indonesia diduduki Belanda.
Dalam strategi politik ini, Noor diperintah langsung oleh Wakil Presiden Ri Mohammad Hatta sebagai pemimpin Panitia Pemikir Siasat.