Sayap bersenjata PCJSS, Shanti Bahini, diorganisir untuk melawan kebijakan pemerintah.
Krisis diperparah selama pemerintahan darurat Sheikh Mujib, yang melarang semua partai politik selain BAKSAL dan rezim militer berikutnya setelah pembunuhannya pada 1975.
Pada 1977, Shanti Bahini melancarkan serangan pertama mereka terhadap konvoi Angkatan Darat Bangladesh.
Pemerintah India diduga membantu Shanti Bahini mendirikan pangkalan di seberang perbatasan dari Bangladesh.
Shanti Bahini membagi wilayah operasinya menjadi beberapa zona dan mengumpulkan pasukan dari penduduk asli, yang kemudian dilatih.
Selain itu, Shanti Bahini juga memimpin serangan terhadap polisi dan Tentara Bengali, kantor-kantor pemerintah, dan warga Bengali lainnya di wilayah tersebut.
Kelompok ini bahkan turut menyerang penduduk asli yang diyakini menentang dan mendukung pemerintah.
Antara 1980 dan 1991, dilaporkan sebanyak 1.180 orang dibunuh oleh Shanti Bahini, dan 582 lainnya diculik.
Baca juga: Masuknya Hindu-Buddha ke Nusantara
Pada 8 September 1989, G. M. Mushfiqur Rahman, seorang letnan Angkatan Darat Bangladesh, memimpin tim beranggotakan 17 tentara untuk menyerang kamp teroris Shanti Bahini.
Letnan Rahman terluka dalam bentrokan dan meninggal pada hari itu juga.
Kemudian pada 11 September 1996, pemberontak Chakma Shanti Bahini dilaporkan menculik dan membunuh 28 hingga 30 penebang kayu Bengali.
Di sisi lain, masyarakat yang tinggal di kawasan Jalur Bukit sering ditahan dan disiksa di dalam tahanan karena dicurigai menjadi anggota Shanti Bahini atau membantu mereka.
Orang-orang yang ditahan akan dipukuli dengan kejam, disetrum, disiram air, digantung terbalik, dan ditahan di lubang dan parit.
Para tawanan dibawa keluar untuk diinterogasi sesekali.
Negosiasi perdamaian dimulai setelah pemulihan demokrasi di Bangladesh pada 1991,
Namun, pembicaraan panjang baru dimulai pada 1996 dengan perdana menteri yang baru terpilih, Sheikh Hasina Wajed.
Perjanjian perdamaian diselesaikan dan secara resmi ditandatangani pada 2 Desember 1997.
Perjanjian tersebut mengakui status khusus penduduk Jalur Bukit.
Meski perjanjian damai tercapai 1997 lalu, kelompok pemberontak di Chittagong masih kerap bertikai dengan pasukan pemerintah hingga sekarang.
Referensi: