Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BKKBN Perkuat Akurasi 3 Metode Penurunan Stunting, Apa Saja?

Kompas.com - 22/08/2022, 08:02 WIB
Ellyvon Pranita,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi

KOMPAS.com- Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menilai akurasi data pengukuran stunting sangat penting sebagai tolok ukur percepatan penurunan stunting.

Penguatan dan pengembangan sistem, data, informasi, riset dan inovasi merupakan pilar kelima dalam strategi nasional percepatan penurunan stunting.

Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak yang disebabkan oleh berbagai faktor. Dampak stunting pada anak juga dapat berakibat pada aspek kesehatan dan psikologis anak.

Kepala BKKBN, dr. Hasto Wardoyo mengatakan, saat ini ada tiga metode pengukuran stunting yang digunakan.

“Tahun 2022 ini, ketiga alat ukur stunting ini diperkuat, baik metodenya maupun cakupan pengukurannya. Sehingga hasil pengukuran data-data stunting ini betul-betul akurat,” kata Hasto dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Jumat (19/8/2022).

Ketiga metode pengukuran stunting itu adalah Studi Status Gizi Indonesia (SSGI), Aplikasi elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis masyarakat (e-PPGBM) yang keduanya dari Kementerian Kesehatan, serta Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bekerja sama dengan BKKBN dan Badan Pusat Statistik (BPS).

Baca juga: Siklus Ikan, Maggot, Unggas, dan Tanaman Disebut Bisa Jadi Alternatif Penurunan Stunting

Menurut Hasto, ketiga alat pengukuran stunting tersebut memiliki metode yang berbeda. Dengan begitu, pengunaan ketiga metode tersebut akan melengkapi pengukuran prevalensi stunting untuk mencapai target penurunan stunting 14 persen pada 2024.

Berikut penggunaan ketiga metode tersebut dalam penurunan stunting di Indonesia.

1. Metode penurunan stunting SSGI

Pelaksanaan metode SSGI 2022 telah dimulai sejak 8 Juni 2022 dan akan didapat hasilnya pada akhir Oktober 2022.

Perbaikan pelaksanaan SSGI 2022 meliputi penambahan jumlah blok sensus dan jumlah rumah tangga yang memiliki balita. Perbaikan itu berupa penambahan dua kali jumlah dibandingkan pelaksaan SSGI tahun 2021.

Pada SSGI 2022, jumlah blok sensus 34.500. Sedangkan pada SSGI 2021 menggunakan 15.000 blok sensus.

Jumlah rumah tangga yang memiliki balita juga bertambah dua kali lipat pada SSGI 2022 menjadi 345.000 dari tahun 2021 yang sebanyak 150.000.

Berdasarkan SSGI 2021, tingkat prevalensi stunting secara nasional adalah 24,4 persen. Jumlah ini masih di atas ambang batas Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang merekomendasikan prevalensi stunting di bawah 20 persen.

Baca juga: 2 Intervensi Gizi Bantu Percepatan Penurunan Stunting dengan Target 14 Persen 2024

Stunting tidak hanya berbahaya bagi balita, namun juga memiliki efek jangka panjang. Saat dewasa, aanak berisiko mengalami gangguan kognitif, mudah terkena penyakit kronis, dan perkembangan otak melambat.Ana Tablas Stunting tidak hanya berbahaya bagi balita, namun juga memiliki efek jangka panjang. Saat dewasa, aanak berisiko mengalami gangguan kognitif, mudah terkena penyakit kronis, dan perkembangan otak melambat.

Melalui upaya percepatan penurunan stunting, Presiden Joko Widodo menargetkan prevalensi stunting menjadi 14 persen pada 2024.

Masih berdasarkan SSGI 2021, terdapat 12 provinsi yang menjadi prioritas percepatan penurunan stunting, di wilayah berikut.

  • Provinsi Nusa Tenggara Timur (37,8 persen)
  • Sulawesi Barat (33,8 persen)
  • Aceh (33,2 persen)
  • Nusa Tenggara Barat (31,4 persen)
  • Sulawesi Tenggara (30,2 persen)
  • Kalimantan Selatan (30 persen)
  • Kalimantan Barat (29,8 persen)
  • Jawa Barat (24,5 persen)
  • Jawa Timur (23,5 persen)
  • Jawa Tengah (20,9 persen)
  • Sumatera Utara (25,8 persen)
  • Banten (24,5 persen).

"SSGI representasi untuk provinsi itu sangat bagus karena blok-bloknya sangat cukup, Perlu kajian dan penguatan kembali karena untuk tiap kabupaten dan kota itu belum tentu semua terwakili dengan baik. Tergantung blok sensusnya kabupaten tersebut kena berapa,” jelasnya.

2. Metode penurunan stunting dengan aplikasi e-PPGBM

Sumber data selanjutnya adalah Aplikasi elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis masyarakat (e-PPGBM) hasil penimbangan di Posyandu.

Baca juga: Menkes Budi Beberkan Upaya Tangani Stunting di Indonesia, Apa Saja?

Diakui Hasto, kelemahan pada metode aplikasi e-PPGBM ini adalah adanya bias baik itu penyimpangan maupun perbedaan data.

Oleh karena itu, kata Hasto, agar lebih akurat hasil pengukuran e-PPGBM maka bayi yang ditimbang di setiap Posyandu itu harus lebih dari 90 persen dari balita yang terdata.

3. Metode penurunan stunting SDKI

Menurut Sekretaris Deputi Kebijakan Riset dan Inovasi BRIN Yudo Baskara, SDKI merupakan peralihan dari BKKBN setelah proses integrasi unit litbang dari kementerian/Lembaga bergabung dengan BRIN.

SDKI dilakukan setiap 5 tahun sekali yaitu untuk memperoleh informasi kependudukan dan kesehatan masyarakat dengan estimasi sampai level provinsi.

Persiapan SDKI 2022 sudah dilaksanakan pada 2021 oleh BKKBN bekerja sama dengan BPS. Adapun dokumen yang sudah dihasilkan pada tahap persiapan SDKI 2022, yakni empat kuesioner dan 14 buku pedoman.

Sampel SDKI 2022 direncanakan sebanyak 2.080 blok sensus. Sementara itu, kerangka sampel SDKI 2022 akan menggunakan Master Sampel Blok Sensus dari hasil Sensus Penduduk Long Form 2020 (SPLF 2020).

Baca juga: Ancam Masa Depan Bangsa, Stunting adalah Masalah Kita Bersama

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com