Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alih Fungsi Hutan Disebut Jadi Pemicu Meningkatnya Konflik Manusia dan Satwa Liar, Ini Upaya yang Bisa Dilakukan

Kompas.com - 18/08/2022, 18:05 WIB
Zintan Prihatini,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

Sumber BRIN

KOMPAS.com - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyebutkan, konflik manusia dan satwa liar dipicu oleh alih fungsi hutan menjadi lahan perkebunan, lahan pertanian pemukiman dan pembangunan infrastruktur.

Hal itu berdampak pada hilangnya habitat (habitat loss), pemecahan habitat (fragmentation) hingga penurunan kualitas habitat (habitat degradation).

Pada akhirnya, ketiga dampak tersebut mengancam kelestarian keanekaragaman hayati, di sejumlah wilayah di Indonesia.

Baca juga: Kapan Hutan Pertama Muncul di Bumi? Sains Jelaskan

 

Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini saja, konflik antara manusia dan satwa liar terus berlangsung dan tidak ada tanda-tanda mereda.

Pihaknya menyampaikan, konflik tersebut terjadi hampir di seluruh provinsi di Sumatera. Kemudian disusul Provinsi Bengkulu yang menjadi wilayah kedua dengan kasus konflik manusia dan satwa liar terbanyak setelah Aceh.

Gajah dan harimau sumatera merupakan satwa yang paling sering berkonflik dengan manusia, dan kondisi ini dinilai semakin mengkhawatirkan.

Menurut peneliti di Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi BRIN, Prof Raden Garsetiasih, konflik gajah dengan manusia merupakan konflik yang sering terjadi di Sumatera khususnya Sumatera Selatan.

Kejadian konflik manusia dan satwa liar, telah menimbulkan kerugian bagi masyarakat dan gajah itu sendiri.

Berdasarkan catatan, beberapa gajah mati terbunuh karena diracun, sementara tanaman sering menjadi sasaran gajah untuk dimakan.

“Di sini manusia harus sudah membiasakan diri hidup berdampingan dengan gajah (co-existent), karena ruang habitat gajah yang semakin sempit, sehingga harus berbagi dengan manusia,” ujar Garsetiasih dilansir dari laman resmi BRIN, Rabu (17/8/2022).

Upaya mengatasi konflik manusia dan satwa liar 

Profesor Riset Macan Tutul Jawa Pertama di Indonesia, Hendra Gunawan membeberkan beberapa cara dalam mengatasi situasi konflik manusia dan satwa liar.

Dia mengatakan, dalam melakukan upaya mitigasi konflik itu diperlukan langkah komprehensif, holistik, dan terencana.

Baca juga: Fragmentasi Hutan, Definisi, Penyebab, dan Dampaknya

 

Upaya itu bisa dimulai dari penataan ruang, pemetaan kantong-kantong habitat satwa yang dipertahankan fungsinya sebagai kawasan yang dilindungi seperti Taman Nasional, Suaka Margasatwa atau Cagar Alam.

“Kantong-kantong habitat ini juga jangan sampai terfragmentasi oleh pembangunan infrastruktur seperti jalan raya," jelas Hendra.

"Jika terpaksa harus terfragmentasi oleh jalan, maka perlu dibuat koridor penghubung, dengan cara, misalnya jalan dibuat sebagai flyover (jalan layang), atau dengan membuat koridor sebagai eco bridge di atas jalan, atau untuk daerah rawa bisa dibuat gorong-gorong besar (culvert),” sambung dia.

Baca juga: 4 Manfaat Hutan Hujan Tropis untuk Kehidupan

Lebih lanjut, ia menambahkan, gajah dan harimau merupakan satwa dengan wilayah jelajah atau home range yang luas. Sebab, gajah memiliki ukuran tubuh yang besar.

Sedangkan harimau merupakan pemangsa puncak dalam ekosistem hutan Sumatera. Sehingga, wilayah jelajahnya pun bisa lintas provinsi lantaran mereka tidak mengenal batas wilayah administratif.

Oleh karena itu, upaya penanganan konfliknya harus melibatkan banyak pihak dan terintegrasi.

BRIN menilai, maraknya kegiatan pembangunan seperti pertambangan di kawasan hutan, dan pembangunan perkebunan kelapa sawit, Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sebagai instrumen pencegahan kerusakan lingkungan harus diterapkan serta dikawal dengan ketat.

"Apalagi jika pembangunan memiliki dampak penting dan berskala luas serta berbatasan dengan kawasan-kawasan konservasi," kata Hendra.

Baca juga: 7 Alasan Pentingnya Hutan dalam Kehidupan Manusia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com