Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kabut Otak, Salah Satu Gejala Disfungsi Kognitif Akibat Covid-19

Kompas.com - 13/01/2022, 20:15 WIB
Lulu Lukyani

Penulis

KOMPAS.com - Sebuah studi internasional mengemukakan adanya 203 gejala long COVID yang berbeda di 10 sistem tubuh. 

Lebih dari 88% dari 3.762 orang yang menyelesaikan survei online melaporkan masalah memori dan disfungsi kognitif.

Ini menjadikan masalah memori dan disfungsi kognitif sebagai gejala long COVID yang paling persisten dan umum terjadi di semua kelompok usia.

Adapun disfungsi kognitif adalah salah satu dari tiga gejala long COVID yang paling melemahkan, di samping kelelahan dan sesak napas.

Umumnya, gejala yang dialami orang dengan disfungsi kognitif sebagai akibat dari infeksi Covid-19 adalah kabut otak.

Baca juga: Omicron Bisa Sebabkan Tsunami Long Covid, Ini Saran Epidemiolog

Apa itu kabut otak?

Dilansir dari Medical News Today, beberapa peneliti dan klinisi menggunakan istilah neuro-COVID untuk menggambarkan bentuk akut COVID-19 di otak, termasuk sakit kepala dan kehilangan penciuman yang umum terjadi, serta masalah yang lebih jarang, seperti stroke, ensefalopati, dan sindrom Guillain-Barré .

Long-neuro-COVID menggambarkan gejala neurologis yang bertahan lama setelah infeksi akut SARS-CoV-2. 

Mereka yang mengidap neuro COVID biasanya mengalami gejala kabut otak, yakni ketidakmampuan untuk berpikir sejelas biasanya.

Kabut otak juga dapat dipahami sebagai gejala hilangnya fungsi eksekutif. 

Ini adalah gejala yang terkait dengan kecemasan, seperti banyak gejala pernapasan dan kardiovaskular dari long COVID, seperti sesak napas, jantung berdebar, dan pusing.

Baca juga: Varian Omicron Sebabkan Kekhawatiran Baru bagi Pasien Long Covid

Tumpang tindih dengan diagnosis psikiatri dan kelelahan pasca-virus telah mempersulit orang dengan long COVID untuk mendapatkan penilaian kognitif formal.

Namun, orang yang memiliki gejala pasca-COVID-19 tiga kali lebih mungkin memiliki gejala tersebut secara konsisten selama 12 minggu.

Bagaimana cara mengidentifikasi gejala kabut otak pasca-COVID?

Seorang dokter asal Inggris, Kerry Smith, tidak berhasil mendapatkan tes formal untuk kabut otaknya, tetapi,dia beralih ke studi online yang disebut Great British Wellbeing Survey yang fokus pada bagaimana COVID-19 memengaruhi fungsi otak.

Kelompok peneliti yang bertanggung jawab atas survei sebelumnya telah merancang Great British Wellbeing Survey untuk memetakan kekuatan kognitif dalam sampel umum di Inggris.

Secara total, 81.337 orang yang berusia rata-rata 46 tahun, menyelesaikan tes dan kuesioner online. 

Baca juga: Long Covid, Indra Penciuman Jutaan Penyintas Tak Kunjung Pulih

Dari jumlah tersebut, 12.689 (15,6%) telah dikonfirmasi atau diduga terinfeksi COVID-19.

Tim menemukan bahwa bahkan orang yang tidak lagi melaporkan gejala memiliki defisit kognitif yang signifikan dibandingkan ketika mengontrol usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pendapatan, kelompok ras-etnis, gangguan medis yang sudah ada sebelumnya, kelelahan, depresi, dan kecemasan.

Defisit kognitif terutama terlihat pada mereka dengan gejala pernapasan yang cukup parah, tetapi juga dialami oleh mereka yang tidak memiliki gejala pernapasan selama fase akut penyakit.

Karena penelitian ini adalah studi cross-sectional, tidak dapat menetapkan bahwa defisit kognitif adalah hasil dari infeksi COVID-19.

Sebaliknya, studi Biobank Inggris, yang memetakan data genetik dan kesehatan dari 500.000 orang dari waktu ke waktu, telah mengundang sebagian orang untuk menjalani pemindaian otak MRI sebelum pandemi dengan pemindaian lanjutan berikutnya.

Baca juga: 70 Persen Penyintas Covid-19 Alami Gejala Long Covid

Pada Mei 2021, studi Biobank telah mengidentifikasi 401 peserta yang dites positif SARS-CoV-2 dan yang juga memiliki pemindaian sebelum dan sesudah COVID-19 yang dapat digunakan.

Para peneliti mencocokkan para peserta dengan 384 orang lain yang tidak menunjukkan bukti COVID-19 dan faktor risiko serupa untuk infeksi COVID-19.

Menggunakan analisis otomatis halus dari gambar pemindaian otak untuk mengambil perubahan yang tidak akan terlihat dengan mata telanjang, para peneliti menemukan bahwa peserta yang memiliki COVID-19 menunjukkan:

  • Hilangnya materi abu-abu yang lebih besar di korteks orbitofrontal lateral
  • Peningkatan tanda-tanda kerusakan jaringan di berbagai daerah di otak, termasuk di pusat penciuman otak (nukleus olfaktorius dan tuberkel)
  • Lebih banyak tanda-tanda atrofi otak umum

Baca juga: Pengobatan Long Covid Belum Ditemukan Meski Gejala Sudah Dikenali

Individu yang memiliki COVID-19 juga menunjukkan penurunan kognitif yang lebih besar pada beberapa tes fungsi kognitif.

Para penulis menjelaskan bahwa temuan mereka dapat menyimpulkan bahaa hilangnya fungsi otak terkait dengan infeksi SARS-CoV-2.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com