Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Biomarker Covid-19 pada Anak dengan Peradangan Langka, Bantu Memprediksi Keparahan Penyakit

Kompas.com - 01/09/2021, 16:31 WIB
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Penulis

KOMPAS.com - Sebuah studi menemukan kondisi peradangan langka yang serius dapat memengaruhi anak-anak yang tertular Covid-19. Kondisi tersebut menghasilkan pola biomarker yang khas yang dapat membantu dokter memprediksi tingkat keparahan penyakit.

Penelitian ini dilakukan para peneliti di Cedars-Sinai Medical Center, California, Amerika Serikat.

Dilansir dari Medical Xpress, Selasa (1/9/2021), fokus studi ini mengamati sindrom inflamasi multisistem pada anak-anak (MIS-C), yakni respons peradangan yang melibatkan banyak organ yang dapat terjadi beberapa minggu setelah infeksi virus corona SARS-CoV-2.

Meski sebagian besar pasien Covid-19 dengan sindrom peradangan ini kondisinya membaik dengan serangkaian perawatan medis, namun lebih dari setengah kasus MIS-C di Amerika Serikat memerlukan ICU, bahkan kondisinya dapat mematikan.

Menurut laporan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) negara bagian, sebanyak 4.404 kasus MIS-C dan 37 kematian di AS telah dilaporkan pada 15 Agustus.

Rata-rata pasien Covid-19 pada anak dengan sindrom MIS-C tersebut adalah 9 tahun, dan lebih dari 60 persen dari kasus-kasus itu terjadi pada anak-anak kulit hitam atau Latin, menurut laporan itu.

Baca juga: Hati-hati, Ini Gejala MIS-C pada Anak Setelah Sembuh dari Covid-19

 

Dalam studi ini, para peneliti memeriksa sekelompok kecil pasien Covid-19 anak untuk mengidentifikasi serangkaian jalur patogen yang berujung pada kondisi peradangan langka MIS-C, bersamaan dengan protein dalam darah yang berpotensi untuk bertindak sebagai biomarker.

Biomarker adalah tanda biologis, yang mana dalam kasus Covid-19 pada anak yang mengalami MIS-C ini dapat menjadi tanda untuk memperkirakan tanda keparahan sindrom dan membantu mendorong keputusan pengobatan.

"Sangat penting untuk meningkatkan pemahaman kita tentang MIS-C di lingkungan saat ini, mengingat laporan meningkatnya angka anak-anak yang dirawat di rumah sakit dengan Covid-19 di AS dan kembalinya banyak siswa ke sekolah untuk semester musim gugur," kata Moshe Arditi , MD, direktur Pediatric Infectious Diseases Division di Cedars-Sinai.

Arditi menambahkan bahwa dampak yang tidak proporsional dari sindrom peradangan langka pada anak yang terinfeksi Covid-19 ini, yakni terkait dengan ras dan etnis.

Lebih lanjut Arditi menambahkan, dalam studi tentang biomarker Covid-19 pada anak, muncul gambaran bahwa peradangan langka MIS-C sebagai penyakit autoimun, yang mana sistem kekebalan menjadi terlalu aktif dan keliru menyerang organ tubuh sendiri.

Baca juga: Sindrom Peradangan Multisistem pada Anak akibat Covid-19 Bisa Sembuh dalam 6 Bulan

Ilustrasi MIS-C pada anak setelah sembuh dari Covid-19freepik Ilustrasi MIS-C pada anak setelah sembuh dari Covid-19

Proses tersebut kemungkinan dipicu oleh kerusakan jaringan secara luas yang disebabkan oleh infeksi virus SARS-CoV-2, penyebab Covid-19.

Anak-anak dengan MIS-C sering menunjukkan gejala yang mirip dengan yang diamati pada apa yang disebut sebagai badai sitokin, yakni respons peradangan yang dapat berakibat fatal pada pasien Covid-19.

Gejala-gejala MIS-C yang mirip gejala badai sitokin ini mungkin termasuk demam terus-menerus dan masalah gastrointestinal, pernapasan, neurologis dan kardiovaskular, seperti syok dan peradangan otot jantung.

Studi yang dipimpin Arditi bersama timnya, serta rekan penelitian dari University of Pittsburgh, yang diterbitkan tahun lalu, memngungkapkan proses biologis serupa yang terlibah dalam MIS-C, badai sitokin dan sindrom syok toksik.

Sindrom syok toksis adalah komplikasi langka yang mengancam jiwa yang disebabkan oleh infeksi bakteri.

Temuan dari penelitian ini dijelaskan lebih lanjut pada awal tahun 2021 dalam dua studi peer-review yang ditulis bersama Arditi.

Baca juga: CDC: Tak Hanya Anak-anak, Sindrom Peradangan Covid-19 juga Serang Orang Dewasa

 

Sedangkan untuk studi yang dipublikasikan di Journal of Clinical Investigation yang baru, tim peneliti mengadopsi pendekatan interdisipliner, dengan mengumpulkan spesialis di Cedars-Sinai dan lima institusi lainnya.

"Kami menggunakan serangkaian teknik canggih, termasuk proteomik, sekuensing RNA, dan analisis antibodi dan pensinyalan sistem kekebalan tubuh," kata Jennifer Van Eyk, Ph.D., profesor Kardiologi, Ilmu Biomedis, dan Patologi, serta Kedokteran Laboratorium dan pakar proteomik—studi protein di tingkat molekuler dan genetik.

Dengan menggabungkan serangkaian teknologi tersebut, Van Eyk menambahkan, bahwa mereka memiliki kemampuan lebih dalam mempercepat penemuan ilmiah untuk mengimbangi pandemi yang berkembang pesat untuk menginformasikan keputusan klinis.

Kendati demikian, para peneliti mencatat bahwa penelitian mereka dibatasi oleh ukurannya yang kecil. Sebab, mereka hanya memeriksa 69 anak, termasuk mereka dengan dan tanpa MIS-C dan tujuh anak dengan gangguan inflamasi pediatrik lain, seperti penyakit Kawasaki.

Arditi mengatakan perlunya investigasi di masa depan, untuk memvalidasi temuan biomarker Covid-19.

Baca juga: Virus Corona, Sejumlah Anak Mengidap Sindrom Peradangan Sangat Langka

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com