KOMPAS.com - Main game semakin disukai untuk rileks, untuk bersosialisasi, dan beralih dari kesibukan sehari-hari. Tapi tidak semua orang bisa berlaga melawan pemain profesional.
Saat ini, semakin banyak pemain game melihat "video game" sebagai jalan menuju ketenaran, kekayaan, dan untuk memiliki banyak penggemar. Permainan elektronik ini sudah jadi bisnis miliaran dollar dan menarik minat banyak pemain muda yang bermimpi untuk jadi tenar.
Tapi apa konsekuensinya? Jika kita melihat statistik para pemain profesional, rata-rata sudah pensiun di usia antara 23 dan 25 tahun.
Baca juga: Jangan Hanya Dilarang, Korban Kecanduan Game Juga Harus Disembuhkan
Burnout atau keletihan berlebihan yang membebani tenaga, adalah masalah yang semakin besar di antara pemain game profesional.
Awalnya, masalah kesehatan burnout ini jarang dibicarakan para pemain e-sport. Namun belakangan para pemain profesional mulai membicarakannya dan menuntut perubahan.
Olof Kajbjer Gustafsson, atau lebih dikenal sebagai Olofmeister, terkenal di antara pemain game. Pria Swedia itu jadi pemain game profesional sejak berumur 20. Sekarang ia sudah jadi legenda. Ia dianggap salah satu pemain terbaik game bernama "Counter Strike: Global Offensive".
2015 ia membantu timnya, yang bernama Team Fnatic untuk jadi juara dunia. Ia mendapat penghargaaan sebagai pemain paling hebat.
"Seumur hidup saya selalu bermain game. Itu jadi hasrat terbesar saya tapi juga pelarian," kata Olofmeister.
"Orang bisa menghilang ke dunia lain. Tidak perlu memikirkan hal lain. Saya benar-benar menikmatinya."
Namun pada 2016, dia mengalami cedera di bagian pergelangan tangan. Tekanan hidup dan pertandingan yang meletihkan jadi beban tak tertahankan.
Olofmeister mengatakan, tuntutan para pemain game semakin besar. Pertandingan tambah banyak, tekanannya juga.