Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setahun Pandemi Covid-19, Ini 6 Teori Konspirasi Menyesatkan di Dunia

Kompas.com - 02/03/2021, 17:03 WIB
Ellyvon Pranita,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi

Presiden Jair Bolsonaro dari Brasil telah berulang kali mempromosikan pengobatan virus corona yang tidak terbukti, dan menyiratkan virus itu kurang berbahaya daripada yang dikatakan para ahli. 

Facebook, Twitter dan YouTube semuanya mengambil langkah luar biasa untuk menghapus unggahan tentang klaim sesat terkait virus corona tersebut.

5. Klaim Aliansi Dokter Dunia

Dalam video berdurasi 30 menit, tujuh dokter yang mewakili Jerman, Belanda, Swedia, Irlandia, dan Inggris itu mengklaim bahwa virus corona SARS-CoV-2 adalah virus flu biasa dan tidak ada pandemi Covid-19

Mereka pun mengatakan, lockdown di seluruh dunia yang bertujuan untuk mencegah penyebaran virus corona harus diakhiri. Di situs web mereka, aliansi tersebut dideskripsikan sebagai kelompok profesional kesehatan nirlaba independen yang bersatu untuk mengakhiri lockdown

Baca juga: Ahli Peringatkan Teori Konspirasi Medis Bisa Perburuk Pandemi Corona

"Saya ingin menyatakan bahwa tidak ada pandemi atau epidemi medis," kata Elke de Klerk yang mengidentifikasi dirinya sebagai dokter umum dari Belanda dalam video tersebut. 

Video ini telah dihapus dari YouTube dan sebagian dari videonya beredar di Facebook dan platform sosial media lain seperti Instagram.

Selain itu, pernyataan dari Aliansi Dokter Dunia ini dibantah oleh banyak ilmuwan dan peneliti dunia lainnya.

Dengan tegas para ilmuwan mengatakan bahwa penyebab pandemi Covid-19 saat ini adalah virus corona baru SARS-CoV-2, dan ini bukan jenis virus influenza.

Baca juga: [Hoaks] Klaim Aliansi Dokter Dunia soal Covid-19, Begini Faktanya

Banyak ahli medis juga mengkritisi pernyataan De Klerk dalam video tersebut mengenai 89 hingga 94 persen hasil tes PCR adalah positif palsu, dan tidak menguji Covid-19.

Michael Joseph Mina, seorang dokter dan profesor epidemiologi di sekolah kesehatan masyarakat Harvard, mengatakan tidak benar bahwa sebagian besar tes PCR virus korona adalah positif palsu dan tidak menguji virus.

"Banyak yang bisa menjadi positif terlambat yang berarti RNA masih ada, tetapi virus yang layak telah dibersihkan,” katanya melalui e-mail kepada AP News, Jumat (23/10/2020).

“Jadi orang-orang ini mungkin sudah tidak menular lagi, tetapi hasilnya akurat. PCR dapat menemukan RNA SARS-CoV-2," Mina menambahkan, dibutuhkan lebih banyak pengujian, bukan lebih sedikit.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com