Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banjir Jakarta Akibat Cuaca Ekstrem, 4 Faktor Pemicunya Menurut BMKG

Kompas.com - 20/02/2021, 15:50 WIB
Ellyvon Pranita,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sebanyak 1.380 warga DKI Jakarta mengungsi dari rumahnya akibat banjir yang melanda ibukota sejak kemarin, Jumat (19/2/2021).

Jumlah itu diketahui berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta hingga Sabtu (20/2/2021) pagi.

"Total jumlah pengungsi di seluruh DKI sebanyak 379 KK dengan total 1.380 jiwa," kata Pelaksana Tugas Kepala Pelaksana BPBD DKI Jakarta Sabdo Kurnianto, dalam keterangan tertulis, Sabtu pagi.

Menanggapi persoalan banjir DKI Jakarta ini, Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebutkan, kondisi bencana banjir tersebut memang sesuai dengan prediksi BMKG.

Baca juga: Banjir Jakarta, BMKG: Waspada Hujan Hari Ini dan 4 Hari ke Depan

BMKG sebelumnya telah memprediksikan bahwa selama dua hari terakhir, yaitu 18-19 Februari 2021, wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek) memang berpeluang diguyur hujan secara merata dengan intensitas lebat hingga sangat lebat.

Intensitas curah hujan yang turun dengan intensitas lebat yaitu lebih dari 50 mm, dan sangat lebat yaitu 100-150 mm. Bahkan, ada pula yang mendapati kondisi curah hujan ekstrem yaitu curah hujan mencapai lebih dari 150 mm.

Adapun berdasarkan hasil pengamatan BMKG, didapatkan data di beberapa titik stasiun pantau menunjukkan curah hujan masuk dalam kategori cuaca ekstrem.

Pertama di stasiun Halim Perdanakusuma tercatat 160-176 mm per hari. Stasiun Sunter Hulu, curah hujan tercatat 197 mm per hari. Selanjutnya, di stasiun Lebak Bulus curah hujan tercatat 154 mm per hari. Serta, curah hujan tertinggi tercatat di stasiun Pasar Minggu yaitu sekitar 266 mm per hari.

Baca juga: Banjir Jakarta dan Bekasi, Ini Daftar Wilayah Masih Berpeluang Hujan

"Jadi angka-angka itu adalah akumulasi curah hujan dalam waktu 24 jam di sekitar Jakarta. Umumnya terjadi pada malam, menerus samapai dini hari hingga sampai pagi hari," kata Dwikorita dalam konferensi pers daring bertajuk Banjir Jabodetabek dan Prospek Cuaca Jabodetabek Sepekan ke depan, Sabtu (20/2/2021)

Faktor pemicu cuaca ekstrem di Jabodetabek

Dwikorita menyebutkan, ada beberapa faktor pemicu cuaca ekstrem yang menyebabkan bencana hidrometeorologi seperti jalan licin, pohon tumbang hingga banjir terjadi. Di antaranya seperti berikut.

1. Aktivitas seruakan udara

Berdasarkan monitoring BMKG, pada tanggal 18-19 Februari 2021, termonitor adanya aktivitas seruakan udara yang cukup signifikan dari Asia.

"Aktivitas tersebut cukup signifikan mengakibatkan peningkatan awan hujan di wilayah Indonesia bagian barat (termasuk wilayah Jabodetabek)," jelasnya.

2. Aktivitas gangguan atmosfer

Faktor pemicu cuaca ekstrem berikutnya adalah aktivitas gangguan atmosfer di zona ekuator.

Gangguan ini biasanya disebut sebagai Rossby Ekuatorial pada streamline itu menunjukkan ada pembelokan, perlambatan dan pertemuan angin dari arah utara (Asia) yang harusnya langsung menuju ke selatan, harus berbelok ke timur akibat pertemuan dengan angin dari arah barat (Samudera Hindia).

"(Angin) dari arah utara itu membelok, tepat melewati Jabodetabek", ujar Dwikorita.

"Nah, saat membelok, melambat, disitulah terjadi peningkatan intensitas pembentukan awan-awan hujan yang akhirnya terkondensasi dan turun sebagai hujan dengan intensitas tinggi," imbuhnya.

Baca juga: Kenapa Udara Panas Saat Mau Hujan?

3. Adanya labilitas dan kebasahan udara

Dwikorita menjelaskan, faktor ketiga adalah adanya labilitas dan kebasahan udara di sebagian besar wilayah Jawa bagian barat yang cukup tinggi.

Hal ini, kata dia, mengakibatkan peningkatan potensi pembentukan awan-awan hujan di wilayah Jabodetabek.

"Jadi ini, tingkat labilitas dan kebahasan udara yang berpengaruh dalam peningkatan curah huja," tuturnya.

4. Daerah tekanan rendah

Faktor terakhir adalah adanya daerah pusat tekanan rendah yang terpantau di Australia bagian utara.

Daerah tekanan rendah ini membentuk pola konvergensi di sebagian besar Pulau Jawa.

"Jadi fenomena yang ada di pulau Jawa ini tadi ada pertemuan-pertemuan akan itu ternyata juga dipengaruhi oleh terbentuknya daerah pusat tekanan rendah di Australia bagian utara bagian Utara yang berbentuk pola konvergensi di sebagian besar pulau Jawa dan berkontribusi juga dalam peningkatan potensi pertumbuhan batu jam di sekitar wilayah Jawa bagian barat termasuk Jabodetabek," ucap dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com