Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 15/04/2024, 09:33 WIB
Annisa Fakhira Mulya Wahyudi,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Keabadian adalah konsep yang telah memikat manusia selama berabad-abad. Dalam mitologi, agama, dan fiksi ilmiah, banyak cerita yang mengangkat keabadian sebagai tujuan akhir.

Sejalan dengan kemajuan teknologi dan pengetahuan, apakah akhirnya keabadian dapat diwujudkan?

Baca juga: Ramuan Keabadian Berusia 2.000 Tahun Ditemukan di Makam China Kuno

Apakah keabadian mungkin?

Sayangnya, dari sudut pandang ilmiah, keabadian manusia masih belum mungkin.

Tubuh manusia adalah sistem yang kompleks yang secara alami mengalami penuaan dan kerusakan seiring waktu.

Faktor-faktor seperti penyakit, cedera, dan degradasi sel pada akhirnya akan menyebabkan kematian.

Beberapa kerusakan yang terjadi pada tubuh manusia dapat diperbaiki, baik secara alamiah maupun medis.

Namun, dengan adanya 37 triliun sel berbeda dari 200 tipe berbeda yang saling mempengaruhi satu sama lain, terdapat dampak yang berjenjang.

Di mana sistem perbaikan tubuh tidak selalu bisa mengimbangi, menangkap dan membalikkan setiap kerusakan molekuler.

Hukum fisika dan konsep keabadian

Ada beberapa kemungkinan alasan mengapa keabadian masih menjadi hal yang tidak mungkin.

Adanya argumen evolusioner, menyatakan bahwa setiap generasi makhluk—baik manusia, hewan, atau tumbuhan—harus menjadi tua dan mati agar dapat melahirkan generasi baru.

Baca juga: Fenomena Api Abadi di Dunia yang Tak Pernah Padam

Dalam hal ini, fakta bahwa tubuh kita berhenti memperbaiki diri atau regenerasi melambat pada suatu waktu bukanlah kesalahan, tetapi memang kewajaran.

Terdapat konsep fisika yang juga menjelaskan ketidakmungkinan konsep abadi, yaitu hukum kedua termodinamika. Rudolf Clausius pertama kali mendalilkan konsep tersebut pada tahun 1850-an.

Hukum kedua termodinamika, hukum entropi, menyatakan bahwa “jika proses fisika tidak dapat diubah, maka entropi sistem dan lingkungan harus meningkat; entropi akhir harus lebih besar dari entropi awal.”

Entropi adalah kondisi sesuatu yang berpindah dari keadaan lebih teratur ke keadaan kurang teratur.

Misalnya, ketika Anda makan sebuah apel, buah tersebut awalnya berada dalam keadaan entropi rendah, dan entropinya meningkat saat Anda mengunyahnya, mencernanya, dan memasukkannya ke dalam sistem bahan bakar tubuh Anda.

Entropi meningkat di antara miliaran proses molekuler yang berbeda dalam sistem tubuh kita yang kompleks.

Semakin lama Anda hidup , semakin banyak entropi yang Anda alami, dan setiap kejadian entropi baru pada gilirannya dapat menciptakan serangkaian proses entropi baru.

Pada prinsipnya, Anda dapat memperbaiki semuanya, namun dalam praktiknya, hal tersebut tidak mungkin dilakukan, karena kompleksitas sistem.

Baca juga: Berapa Lama Mahluk Nyari Abadi Tardigrade Bisa Hidup?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com