Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

Pandemi Corona Turunkan Imunisasi Anak Indonesia, Apa Bahayanya?

Kompas.com - 17/07/2020, 13:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Empat panduan yang terpenting adalah:

(1) lakukan prinsip jaga jarak fisik,

(2) berlakukan ketat sistem triase (memisahkan anak yang imunisasi dengan anak yang berobat karena sakit), dan

(3) atur jam kedatangan sehingga tidak terjadi penumpukan orang,

(4) orangtua dan anak selalu diingatkan untuk menjalankan perilaku hidup bersih dan sehat dengan mencuci tangan dengan sabun dan memakai masker di luar rumah.
Cakupan imunisasi rendah

Jauh sebelum pandemi, laporan Organisasi Kesehatan Dunia tahun 2018 menyatakan lebih dari 14% (19 juta) anak di dunia tidak mendapatkan imunisasi dasar dan sebagian besar ada di 10 negara, di antaranya Indonesia dan Republik Demokrat Kongo.

Di Indonesia pada 2018 masih ada 9,2% anak yang tidak diimunisasi dan 32,9% diimunisasi tidak lengkap.

Banyak hal menyebabkan minimnya cakupan imunisasi anak di Indonesia, di antaranya kontroversi manfaat dan kejadian ikutan pasca-imunisasi (KIPI), isu halal atau haram vaksin, bahkan gerakan anti-vaksin.

Dampak dari cakupan imunisasi dasar yang rendah sebelum pandemi COVID-19 mengakibatkan anak menjadi difabel, bahkan bisa meninggal.

Misalnya, wabah polio di Indonesia pada 2005-2006 menyebabkan 351 anak lumpuh. Bahkan ditemukan kasus baru polio di Papua pada 2019 walau Indonesia dinyatakan bebas polio empat tahun sebelumnya.

Kasus lainnya, tingginya angka kejadian campak (lebih dari 10.000 kasus) dan rubela (lebih dari 7.000 kasus) yang terkonfirmasi positif dari laboratorium sejak 2014 hingga 2018 telah menjadi beban bagi keluarga dan negara.

Selain itu, wabah difteri di Indonesia tahun 2017 merupakan yang tertinggi di dunia.

Masalah tersebut merupakan dampak dari cakupan imunisasi DPT-HB-Hib ke-3 di Indonesia yang rendah, yaitu 61,3% dan termasuk 5 besar negara dengan cakupan imunisasi terendah di regional Asia Timur dan Pasifik.

Belajar dari pengalaman Afrika

Sebuah studi di Afrika menunjukkan risiko anak meninggal akibat penyakit infeksi yang disebabkan oleh imunisasi tidak lengkap adalah 84 kali lebih tinggi daripada kemungkinan anak meninggal akibat tertular Covid-19 saat datang ke fasilitas kesehatan.

Kita bisa berkaca dari Republik Demokrat Kongo yang memiliki cakupan imunisasi dasar rendah seperti Indonesia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com