Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ma'rufin Sudibyo

Orang biasa saja yang gemar melihat bintang dan menekuri Bumi.

Bangsa Arab Mencoba Menggapai Mars

Kompas.com - 16/07/2020, 13:06 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DI antara tiga misi antariksa ke Mars yang siap meluncur pada bulan Juli 2020 ini, terselip satu kejutan. Sebuah negara kecil di pojok Timur Tengah mencoba peruntungannya dengan turut berpartisipasi dalam penjelajahan antariksa tak–berawak ke planet merah. Itulah Uni Emirat Arab.

Lewat satelit al–Amal atau Hope, Uni Emirat Arab tak hanya berkehendak mentransformasi dirinya ke dalam model baru pertumbuhan ekonomi.

Akan tetapi, juga berhasrat menginsipirasi warga negaranya khususnya generasi muda melalui eksplorasi di ‘samudra’ antariksa yang baru sama sekali. Sekaligus berharap menjadi lokomotif bersejarah yang menarik rangkaian gerbong lembam Bangsa Arab dalam memasuki dunia baru penjelajahan antarplanet yang menakjubkan.

Setiap dua tahun sekali, tepatnya dalam 780 hari sekali, Mars dan Bumi membentuk sebuah kesejajaran istimewa terkait kedudukannya dalam tata surya. Posisi mereka dalam orbitnya masing–masing adalah sedemikian rupa sehingga jarak Bumi ke Mars menjadi yang terpendek.

Astronomi menyebutnya oposisi Mars. Fenomena ini tak hanya memberikan kesempatan untuk mengamati planet tetangga terdekat Bumi kita dengan lebih baik. Namun juga menyajikan keunggulan terbaik guna pergi ke planet merah itu.

Jarak terpendek menyebabkan orbit transfer yang harus ditempuh dari Bumi ke Mars pun menjadi yang paling pendek pula sehingga kebutuhan bahan bakar roket dan pengoksidnya menjadi yang paling kecil.

Lewat fenomena ini maka konsumsi bahan bakar roket untuk pergi ke Mars dari orbit rendah (ketinggian 300–1.000 km) hanya sedikit di bawah kebutuhan bahan bakar untuk terbang dari paras Bumi menuju orbit rendah.

Dalam seperempat abad terakhir fenomena unik ini dieksploitasi berbagai lembaga antariksa yang berkepentingan di bawah tajuk penjelajahan antariksa tak–berawak menuju ke Mars.

Oposisi Mars kali ini akan terjadi pada Oktober 2020. Namun, perhitungan menunjukkan ekspedisi ke Mars harus sudah diberangkatkan bulan Juli ini. Tak boleh lebih dini dan juga tak boleh telat, sebab mereka sudah harus tiba di Mars paling lambat Maret 2021.

Dan kini ada tiga misi antariksa yang siap berangkat. Masing–masing Mars 2020 yang mengangkut kendaraan penjelajah Perseverance dan digawangi NASA (Amerika Serikat). Kemudian Tianwen–1 yang diusung CNSA (Tiongkok). Dan yang terakhir Emirates Mars Mission yang membawa satelit al–Amal atau Hope dari Mohammed bin Rashid Space Center (UEA).

Satelit al–Amal akan berangkat paling awal. Dalam rencana semula al–Amal akan mengangkasa lewat gendongan roket H–IIA dari landasan peluncuran di pulau Tanegashima (Jepang) pada Rabu pagi 15 Juli 2020 waktu lokal. Namun, cuaca buruk yang melanda kawasan tersebut membuat rencana penerbangan al–Amal ditunda menjadi Jumat pagi 17 Juli 2020.

Penundaan ini adalah hal yang wajar, mengingat perhitungan astrodinamika menunjukkan kesempatan meluncurkan al–Amal masih terbuka selama 8 hari, kapanpun di antara tanggal 15 hingga 23 Juli 2020.

Ekonomi Baru

Kala presiden Sheikh Khalifa bin Zayid al–Nahyan mengumumkan Uni Emirat Arab hendak pergi ke Mars tepat enam tahun silam, tak sedikit yang terkejut dan merasa ganjil. Betapa tidak, negara kecil ini hanyalah anak bawang dalam eksplorasi antariksa.

Uni Emirat Arab baru merdeka pada tahun 1971 dan secara resmi baru memasuki era antariksa pada Oktober 2000 lewat peluncuran satelit Thuraya–1 dari kosmodrom Baikonur (Kazakhstan). Satelit komunikasi yang dirakit Boeing ini menjadi komponen pertama dari sistem komunikasi satelit regional berpangkalan di orbit geostasioner.

Hanya dalam 9 tahun kemudian mereka berhasil melangkah lebih jauh dengan merakit satelitnya di dalam negeri sendiri meski masih di bawah payung kerjasama dengan Satrec Initiative (Korea Selatan). Lahirlah DubaiSat–1, satelit penginderaan jauh berorbit polar tersinkron Matahari yang menempati orbitnya sejak 29 Juli 2009.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com