Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 06/07/2020, 16:30 WIB
Ellyvon Pranita,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi


KOMPAS.com- Perubahan iklim selalu disebutkan akan berdampak buruk bagi kehidupan manusia. Salah satunya seperti yang terjadi di India, di mana perubahan iklim menyebabkan terjadinya cuaca ekstrem berupa serangan petir yang mematikan.

Bahkan, akibat serangan petir ini, sekitar 147 orang tewas dalam waktu 10 hari.

Dilansir dari Science Alert, Senin (6/7/2020), bahkan pada hari Sabtu (4/7/2020) saja, ada sekitar 25 orang yang meninggal dunia dalam sehari.

Dikatakan pula pihak berwenang negara India mencatat sejak akhir Maret lalu, orang yang meninggal dunia akibat serangan petir tersebut sudah mencapai 215 orang dari berbagai kalangan seperti petani, buruh dan peternak sapi.

Baca juga: Rahasia Alam Semesta: Muncul Petir Saat Gunung Api Meletus, Fenomena Apa itu?

Menteri Manajemen Bencana Bihar, Lakhshmeshwar Rai mengungkapkan, dari analisis dan kesimpulan berbagai pihak tentang kondisi cuaca serangan petir ekstrem tersebut, diakibatkan oleh perubahan iklim.

"Saya diberi tahu oleh para ahli cuaca, ilmuwan, dan pejabat bahwa kenaikan suhu akibat perubahan iklim adalah penyebab utama dibalik meningkatnya serangan kilat (petir)," kata Rai kepada AFP.

Ahli Agrometeorologi Bihar, Abdus Sattar mengatakan petir dan guntur itu terjadi akibat ketidakstabilan skala besar di atmosfer.

Ilustrasi petir saat badai.SHUTTERSTOCK Ilustrasi petir saat badai.

Baca juga: Pelajar Tersambar Petir karena Main Ponsel Saat Diisi Daya, Kok Bisa?

Ketidakstabilan itu dipicu oleh kenaikan suhu dan kelembaban yang berlebihan yang terjadi.

Oleh sebab itu, Departemen Meteorologi India telah memperingatkan kepada masyarakat agar terus waspada.

Sebab, dalam 48 jam ke depan serangan kilat atau petir berpotensi lebih banyak lagi terjadi.

Kerap terjadi dan total kematian tertinggi

Untuk diketahui, kejadian korban meninggal dunia akibat serangan kilat atau petir yang ekstrem ini sudah kerap sekali terjadi di negara tersebut.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com