Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 28/05/2020, 20:04 WIB
Yohana Artha Uly,
Sri Anindiati Nursastri

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pemerintah tengah bersiap untuk menerapkan normal baru (new normal), membuka kembali aktivitas masyarakat dengan penerapan protokol Covid-19. Tujuannya, menggerakkan kembali perekonomian yang sempat terhenti karena kebijakan Pembatasan Sosial Bersakala Besar (PSBB).

Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahkan sudah melakukan peninjauan ke Stasiun MRT Jakarta dan mal di Bekasi terkait persiapan penerapan new normal pada Selasa (26/5) kemarin.

Menanggapi rencana tersebut, Co-inisiator LaporCovid19.org, Dr Irma Hidayana mengatakan new normal memang bisa saja diterapkan oleh pemerintah asalkan memang terpenuhi syaratnya. Salah satunya pengendalian kasus baru Covid-19.

Baca juga: Indonesia Menuju New Normal Corona, Ini Protokol Kesehatan Covid-19 yang Harus Dilakukan

Menurutnya kebutuhan akan new normal mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 9 Tahun 2020 Tentang Pedoman PSBB. Keputusan untuk melakukan pelonggaran PSBB atau tidak harus berdasarkan kajian epidemiologis dan kajian terhadap aspek politik, ekonomi, sosial, budaya pertahanan, dan keamanan.

Persoalannya, kurva epidemi di Indonesia saat ini masih menunjukkan adanya penambahan kasus Covid-19 per hari. Bahkan, platform LaporCovid19 masih terus menerima laporan dari masyarakat mengenai kasus-kasus baru hingga kematian pasien dalam pengawasan (PDP) di daerah yang belum melakukan tes PCR.

"Menurut kami yang harus dikedepankan adalah kurva epidemi dan kepentingan kesehatan, sebelum yang lain-lainnya," kata Irma dalam webinar Data dan Sains dalam Kebijakan Penanganan Covid-19, Rabu (27/5/2020).

Baca juga: New Normal, Psikolog: Siapkan Diri untuk Digitalisasi yang Lebih Masif

Di sisi lain, kurva epidemi yang disampaikan pemerintah setiap harinya dinilai belum bisa menggambarkan kondisi yang sesungguhnya terjadi. Dalam data jumlah korban yang meninggal, pemerintah dinilai hanya menyampaikan berdasarkan pasien yang dinyatakan positif Covid-19.

Padahal, jelas Irma, banyak PDP dan orang dalam pemantauan (ODP) yang meninggal sebelum sempat mendapatkan tes PCR. Berdasarkan data LaporCovid19 hingga 26 Mei 2019 terdapat 4.541 kematian dari PDP dan ODP.

Irma mengatakan, jika mengacu pada arahan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), orang yang meninggal dengan gejala klinis Covid-19 meski belum dites seharusnya dimasukkan ke dalam data meninggal akibat Covid-19.

"Meninggal sebelum di tes PCR, itu harus ditelusuri dulu, sebelum buru-buru membebaskan orang beraktivitas, meskipun aktivitas itu dilakukan dnegan mawas diri seperti menggunakan masker dan sebagainya," kata dia.

Kurva penambahan angka positif, sembuh, dan meninggal karena Covid-19 di DKI Jakarta per Selasa (12/5/2020)Tangkapan layar situs web corona.jakarta.go.id Kurva penambahan angka positif, sembuh, dan meninggal karena Covid-19 di DKI Jakarta per Selasa (12/5/2020)

Sementara itu, Advisor Centre for Innovation Policy and Governance (CIPG) Dr Yanuar Nugroho menyatakan, sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk melindungi rakyatnya. Dalam konteks penanganan Covid-19, pemerintah harus lebih dulu memastikan kesiapan fasilitas kesehatan di seluruh Indonesia.

"Jadi kalau mengatakan hak setiap warga negara untuk sehat, mau masyarakat yang tinggal di Manokwari, Gunungkidul, dan sebagainya, itu sama (haknya)," kata dia.

Baca juga: Apa Itu New Normal? Presiden Jokowi Sebut Hidup Berdamai dengan Covid-19

Oleh sebab itu, ia menilai penting untuk pemerintah melakukan tes PCR secara masif pada masyarakat. Termasuk juga mempekuat kapasitas kesehatan hingga ke pelosok negeri.

Ini untuk memastikan jikalau Covid-19 sampai masuk ke daerah terpelosok sekalipun, fasilitas kesehatan di sana mampu menanganinya.

"Tidak bisa dengan menduga daerah A tidak ada kasus penularan di sana, lalu kapasitas kesehatan enggak diperkuat. Kalau kita katakan kesehatan itu adalah hak, maka di new normal ini kita harus memastikan sekitar 9.700 Puskesmas di Indonesia punya kapasitas itu (menampung pasien Covid-19)," paparnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com