Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahli: Pemerintah Perlu Buat Kurva Epidemiologi Covid-19 Sesuai Standar

Kompas.com - 10/05/2020, 17:22 WIB
Yohana Artha Uly,
Sri Anindiati Nursastri

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Beberapa waktu lalu, Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo mengklaim laju kenaikan kasus harian Covid-19 di Jakarta melambat.

Namun, ahli menilai kurva yang dimiliki oleh pemerintah belum sesuai dengan standar ilmu epidemiologi. Hal itu diungkapkan oleh ahli biostatistik Eijkman Oxford Clinical Research Unit, Iqbal Elyazar.

"Kurva epidemiologis atau kurva epidemi jadi basic dari semua ini (kasus Covid-19). Ini sangat penting untuk melihat apakah klaim melambat atau landainya kasus, itu terpenuhi atau tidak," katanya dalam diskusi "Mengenal Kurva Epidemi Covid-19", Jakarta, Sabtu (10/5/2020).

Baca juga: Manakah Skenario Ideal Pandemi Corona di Indonesia, Ahli Jelaskan

Iqbal menyebutkan, sampai saat ini pemerintah Indonesia hanya menampilkan kurva yang terdiri dari pertambahan kasus dan tanggal pelaporan pada masyarakat. Oleh karena itu pemerintah Indonesia didorong untuk membuat kurva epidemiologi Covid-19 yang sesuai standar ilmu epidemiologi di setiap provinsi dan kabupaten/ kota.

"Hal ini untuk menggambarkan secara jelas perkembangan wabah Covid-19 di Tanah Air," tambahnya.

Seharusnya, secara umum kurva epidemi menggambarkan jumlah kasus baru dari waktu ke waktu. Kurva tersebut menjadi alat visualisasi standar untuk menjelaskan perjalanan wabah, menentukan sumber dan kapan terjadinya penularan, menentukan puncak pandemi, memperkirakan akhir pandemi, serta mengevaluasi efektivitas intervensi.

Kurva epidemiIQBAL ELYAZAR Kurva epidemi

Cara membaca kurva epidemi

Kurva epidemi terdiri dari sumbu Y (vertikal) yang menunjukkan jumlah kasus baru, sedangkan sumbu X (horisontal) mengindikasikan patokan waktu analisis yang terkait dengan jumlah kasus baru.

Pada sumbu X, patokan analisis yang digunakan antara lain tanggal orang terinfeksi, tanggal mulai bergejala, dan tanggal diperiksa.

Jika 100 persen orang terinfeksi pada suatu hari, kemudian mereka semua diperiksa dan hasilnya diketahui pada hari yang sama, maka frekuensi kasus baru pada hari itu dibandingkan dengan hari sebelumnya menggambarkan laju infeksi harian (daily infection rate) yang sesungguhnya.

Baca juga: Masih Wabah Corona, Ini 2 Skenario Potensi ODP Setelah Mudik

Jika laju infeksi harian senilai 0,5, itu artinya ada pertambahan kasus baru sebanyak 50 persen setiap hari. Semakin besar laju infeksi harian, maka semakin banyak pula kasus baru yang ditemukan dalam sehari dibandingkan waktu sebelumnya.

Semakin banyak kasus baru bertambah setiap hari, maka semakin terjal lereng kurva epidemi menuju puncaknya. Sehingga dapat diketahui secara jelas perkembangan kasus hingga akhirnya melandai.

Baca juga: Kabar Baik, Pemetaan Genom Virus Corona di Indonesia Bertambah Jadi 9

"ampai saat ini pemerintah hanya menampilkan kurva harian kasus Covid-19. Kurva ini memiliki sumbu Y yang menjelaskan tentang jumlah kasus konfirmasi tambahan, sedangkan sumbu X adalah tanggal pelaporan ke publik," tutur Iqbal.

Kurva harian kasus Covid yang ditampilkan pemerintah bukanlah kurva epidemi. Lantaran, jumlah kasus konfirmasi tambahan tidak bisa disamakan artinya dengan jumlah kasus baru.

Angka jumlah kasus harian yang dilaporkan tidak bisa menjelaskan laju infeksi harian pada hari sebelumnya. Dengan kata lain, turunnya angka kasus harian itu tidak bisa langsung dibaca sebagai turunnya laju infeksi harian.

Baca juga: [UPDATE] - Pergerakan Data Harian Covid-19 di Indonesia

 

Contoh kurva epidemi yang dikeluarkan pemerintah ChinaIQBAL ELYAZAR Contoh kurva epidemi yang dikeluarkan pemerintah China

"Hati-hati untuk interpretasi kurva seperti ini, karena dia bukan kurva kasus baru (melainkan konfirmasi tambahan)," katanya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com