Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nasib Hotel Sultan di Tangan Menteri ATR/Kepala BPN Baru

Kompas.com - 08/03/2024, 15:00 WIB
Aisyah Sekar Ayu Maharani,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

Dengan demikian, status tanah tersebut otomatis kembali pada Hak Pengelolaan (HPL) Nomor 1 Tahun 1998 atas nama Sekretariat Negara Republik Indonesia c.q. Badan Pengelola Gelanggang Olahraga Senayan.

Baca juga: Banyak Tamu Kabur Usai Hotel Sultan Diblokir, Pontjo: Ini Premanisme

Selanjutnya, PT Indobuildco telah kembali mengajukan permohonan perpanjangan HGB kepada Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) DKI Jakarta pada 1 April 2021.

PT Indobuildco mengaku belum menerima surat penolakan atas permohonan tersebut dan sedang dilakukan kajian fisik dan yuridis.

Adapun dasar hukum yang digunakan adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah.

Pernyataan pihak PPK GBK

Kuasa hukum PPK GBK dari Assegaf Hamzah & Partners (AHP) Chandra Hamzah menceritakan, persoalan ini bermula dari tahun 1958 ketika Indonesia ditetapkan sebagai penyelenggara Asian Games yang pelaksanaannya digelar pada 1962.

Sehingga pemerintah pada masa itu menyiapkan sarana dan prasarana, tak terkecuali membangun Stadion GBK, Istora Senayan, dan lain sebagainya.

Baca juga: Sengketa Lahan Hotel Sultan Lanjut Mediasi, Dihadiri Pontjo Sutowo

Penyiapan sarana prasarana Asian Games dimulai dengan pembentukan Komando Urusan Pembangunan Asian Games (KUPAG) yang bertugas dalam pembebasan lahan dari tahun 1959 sampai 1962.

Setelah penyelenggaraan Asian Games selesai, pada 1964 KUPAG menyerahterimakan seluruh tanah, bangunan, dan sarana prasarana eks Asian Games kepada Yayasan Gelanggang Olahraga Bung Karno.

Chandra menegaskan, pembebasan lahan seluas lebih dari 2,5 juta meter persegi tersebut dilakukan dan dibayarkan oleh KUPAG atau negara.

"Setelah dibangun, dibebaskan, diserahkan kepada Yayasan Gelora Bung Karno, itu yang dikelola sampai sekarang. Itu sejarahnya. Hotel Sultan berdiri itu dibebaskan oleh KUPAG, bukan orang lain," tegasnya dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (26/5/2023).

Kemudian, pada tahun 1971, ada beberapa hotel yang dibangun di Jakarta secara bersamaan. Salah satunya hotel yang permohonan pembangunannya diajukan oleh Indobuildco kepada Gubernur DKI Jakarta saat itu yakni Ali Sadikin, pada 7 Januari 1971.

Baca juga: 5 Pintu Masuk Hotel Sultan Ditembok Beton, Begini Kondisinya

Ali pun menyetujui permohonan pembangunan hotel tersebut pada 12 Januari 1971. Namun, dengan syarat kewajiban royalti.

"Kalau kita lihat bayar royalti, artinya Indobuildco beli atas tanah? Tidak. Karena, dia bisa bayar royalti," ujarnya.

Lalu, 15 April 1971, Indobuilco memohon menggunakan tanah dan bangunan untuk membangun hotel kepada Ali.

Setelahnya, 21 Agustus 1971, Ali pun memberikan izin kepada Indobuildco untuk menggunakan tanah dan membangun hotel.

Dua tahun kemudian atau pada Maret 1973, terbitlah HGB nomor 26 dan 27 atas nama Indobuildco. Di mana HGB itu berakhir pada 3 Maret 2023 dan 3 April 2023 setelah 50 tahun kemudian.

"HGB Indobuildco terbit di atas tanah yang dibebaskan Pemerintah, bukan dibebaskan oleh Indobuildco," tandas Chandra.

Namun, pada 31 Oktober 1970, GBK mengajukan permohonan sertifikasi tanah eks Asian Games 1962.

Tujuh tahun setelahnya atau tepatnya 24 Desember 1977, GBK kembali mengajukan permohonan sertifikasi tanah eks Asian Games 1962.

Baca juga: PPKGBK Somasi Karyawan Hotel Sultan secara Terbuka

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com