Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Meikarta dalam Kubangan Kontroversi

Kompas.com - 14/02/2023, 21:30 WIB
Muhdany Yusuf Laksono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Proses pengembangan proyek jumbo Meikarta di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, yang dibangun anak usaha Lippo Group, PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK) melalui PT Mahkota Sentosa Utama (MSU), lekat dengan kontroversi.

Tentu yang paling menggemparkan yakni kasus suap perizinan yang dilakukan oleh sejumlah orang dari Lippo Group kepada Pemkab Bekasi pada tahun 2018.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro, setelah ditetapkan sebagai tersangka, Senin (15/10/2018).

Billy disangka menyuap Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin dan sejumlah kepala dinas di Pemerintahan Kabupaten Bekasi, terkait perizinan proyek Meikarta.

Selain Billy, KPK juga menetapkan tiga orang yang merupakan pegawai dan konsultan Lippo Group sebagai tersangka pemberi suap.

Baca juga: Kala Lippo Group Gembar-gembor Meikarta Laku 100.000 Unit yang Ternyata Palsu...

Menurut KPK, Bupati Bekasi dan para kepala dinas dijanjikan uang Rp 13 miliar oleh Lippo Group. Hanya, belum seluruhnya uang tersebut diserahkan, baru senilai Rp 7 miliar.

Buntut dari kasus tersebut, 29 Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dari total 53 IMB untuk proyek Meikarta belum selesai dan sempat ditandatangani.

Karena Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati termasuk dalam daftar pejabat Pemkab Bekasi yang ditangkap KPK.

Namun, kontroversi Meikarta tak hanya soal kasus suap perizinan, terdapat beberapa hal lainnya seperti pernyataan-pernyataan yang mencuat dari pengembang bertolak belakang dengan realita.

Sebut saja mengenai klaim data jumlah unit apartemen yang telah dipesan atau dibeli.

Pada tahun 2017 silam, Chief Marketing Officer Lippo Homes Jopy Rusli dan CEO Lippo Group James Riady pernah satu suara mengeklaim bahwa jumlah unit Meikarta yang terjual mencapai 100.000 unit dan bahkan lebih.

"Saya lihat yang tercatat sudah 99.300 unit, hampir 100.000 unit (terjual)," ujar Jopy Rusli saat peluncuran Meikarta di Orange County, Kamis (17/8/2017), dikutip dari pemberitaan Kompas.com.

"Sampai sekarang sudah terjual 130.000 unit dengan 32.000 unit di antaranya sudah Kredit Pemilikan Apartemen (KPA)," kata James saat talkshow BTN Golden Property Awards di Hotel Raffles Jakarta, Senin (11/9/2017), dikutip dari pemberitaan Kompas.com.

Namun pada tahun 2023, terkuak bahwa klaim ratusan ribu unit terjual yang digembar-gemborkan Lippo Group hanyalah bualan.

Hal itu terungkap saat Presiden Direktur PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK) Ketut Budi Wijaya menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR RI, Senin (13/2/2023).

"Memang pernah disampaikan ada pesanan mencapai 100.000 unit. Tapi sebetulnya setelah kami telusuri, terakhir itu totalnya adalah 18.000 unit," bebernya dikutip dari kanal Youtube Komisi VI DPR RI.

Menurut dia, terdapat kesalahan pada konsorsium awal proyek Meikarta sehingga terjadi penggelembungan angka.

Karena disebutkan bahwa awalnya saham PT Mahkota Sentosa Utama (MSU) selaku pengembang Meikarta dimiliki oleh konsorsium dari luar negeri sebesar 51 persen, sedangkan LPCK 49 persen.

Namun, pada akhir tahun 2018, konsorsium asing itu diklaim menghilang atau meninggalkan proyek apartemen Meikarta sehingga menyisakan LPCK.

"100.000 (unit) ini ternyata banyak sekali yang dibuat double (oleh) agent-agent sales (properti). Waktu pertama kali project ini di-launch, banyak sekali agen-agen properti yang direkrut konsorsium ini. Jadi, angka mereka (konsorsium awal) menggelembung besar dan itu tujuannya untuk mendapatkan komisi," terangnya.

Dengan demikian, menurut Ketut, angka yang valid mengenai unit apartemen yang terjual adalah 18.000 unit, bukan 100.000 unit.

"Kami audit satu-satu, ternyata kesimpulannya yang valid atau pesanan yang benar-benar terjadi atau memang ada orang yang membeli yaitu 18.000 (unit)," tandas Ketut.

Baca juga: Berkaca dari Pembeli Meikarta yang Digugat Lippo, Pemerintah Siapkan Skema Penjaminan

Pemaparan Ketut mengenai total hunian pada proyek Meikarta yang akan diserahterimakan sebanyak 18.000 unit juga tidak sesuai dengan pernyataan pada tahun 2020.

Chief Marketing Officer Meikarta Lilies Surjono pernah menyampaikan bahwa perusahaan sudah melakukan prosesi tutup atap 22 tower di District 1 pada tahun 2019.

Sedangkan proses topping off pada 6 menara sisanya rencananya akan dilaksanakan pada akhir Februari 2020.

Setelah proses ini, pihaknya mengeklaim akan mempercepat pembangunan District 2 sebanyak 30 tower.

"28 tower ada di District 1 sedangkan 30 tower ada di District 2. Total hunian ada sekitar 20.000-an unit, terdiri dari studio sampai empat kamar tidur," kata Lilies di Jakarta, Selasa (21/1/2020), dikutip dari pemberitaan Kompas.com.

Tak cukup sampai di situ, keanehan lainnya juga terjadi pada tahun 2019.

Kala itu, LPCK menyebut bakal menerbitkan right issue (saham baru) sebesar 200 juta dollar AS atau sekitar Rp 2,8 triliun untuk mendanai megaproyek Meikarta.

Keputusan tersebut telah disetujui para pemegang saham LPCK dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST), Kamis (18/4/2019).

"Rencananya seperti itu. Tapi kita lihat mungkin ada perubahan lain," kata Direktur LPCK Hong Kah Jin di Jakarta, dikutip dari pemberitaan Kompas.com.

Ia menambahkan, right issue akan dilaksanakan setelah adanya lampu hijau dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Harapannya bisa dilakukan pada Kuartal III-2019.

Padahal kala itu Lippo Group melalui LPCK mengaku tidak lagi menguasai saham PT MSU selaku pengembang Meikarta.

Sebagaimana merujuk laporan keuangan per 31 Desember 2018, LPCK yang merupakan induk usaha PT MSU, pada 1 Februari 2017, dua entitas anak usaha PT Megakreasi Cikarang Permai (MKCP) dan PT Great Jakarta Inti Development (GJID) menyetujui masuknya pemegang saham baru.

Baca juga: Drama Meikarta, Konsumen Dipaksa Pindah Unit hingga Sempat Di-endorse Luhut

Pemegang saham baru tersebut yakni Peak Asia Investment Pte. Ltd (PEAK). Berada di balik PEAK terdapat Hasdeen Holdings Ltd (HH), sebuah perusahaan yang didirikan di British Virgin Islands (BVI).

Mereka menyuntikkan modal 300 juta dollar AS yang disepakati dalam perjanjian jual beli bersyarat pada 10 Maret 2017.

"Bagian saham yang akan diambil oleh PEAK tidak melebihi 50 persen dari jumlah kepemilikan saham yang diterbitkan oleh MSU," demikian tulis laporan tersebut seperti dikutip dari pemberitaan Kompas.com.

Kemudian, pada 15 Maret 2017, LPCK, MKCP, GJID dan PEAK sepakat atas masuknya Masagus Ismail Ning (IN) sebagai pemegang saham baru di MSU dengan penjualan tiga saham PEAK kepada IN dengan harga nominal.

GJID kemudian menjual seluruh sahamnya kepada MKCP dan PEAK mengesampingkan pre-emptive right yang dimilikinya.

Dengan adanya perjanjian ini, status kepemilikan saham PT MSU meliputi PEAK (49,999 persen), MKCP (49,999 persen), dan IN (0,002 persen).

Partisipasi tidak langsung HH melalui PEAK sebesar 300 juta dollar AS atau setara Rp 4,2 triliun itu diangsur terhitung sejak tanggal ditandatanganinya perjanjian sampai 31 Desember 2018.

Akan tetapi, kondisi LPCK yang tidak lagi memiliki saham di PT MSU sesuai laporan keuangan per 31 Desember 2018 juga bertolak belakang dengan pernyataan Ketut Budi Wijaya saat RDP dengan Komisi VI DPR RI pada Senin (13/02/2023).

Dia menyampaikan bahwa awalnya saham PT MSU dimiliki oleh konsorsium asing sebesar 51 persen, sedangkan LPCK 49 persen.

Namun pada akhir tahun 2018, konsorsium asing itu diklaim menghilang atau meninggalkan proyek apartemen Meikarta sehingga menyisakan LPCK.

"Saya kurang jelas kalau alasannya (investor konsorsium menghilang). Tidak ada penggantinya, Lippo Cikarang mengambil alih tanggung jawab untuk mengawasi agar PT MSU mampu menyerahkan unitnya kepada setiap pemesan," tukas Ketut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com