Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Meikarta dalam Kubangan Kontroversi

Kompas.com - 14/02/2023, 21:30 WIB
Muhdany Yusuf Laksono

Penulis

"Rencananya seperti itu. Tapi kita lihat mungkin ada perubahan lain," kata Direktur LPCK Hong Kah Jin di Jakarta, dikutip dari pemberitaan Kompas.com.

Ia menambahkan, right issue akan dilaksanakan setelah adanya lampu hijau dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Harapannya bisa dilakukan pada Kuartal III-2019.

Padahal kala itu Lippo Group melalui LPCK mengaku tidak lagi menguasai saham PT MSU selaku pengembang Meikarta.

Sebagaimana merujuk laporan keuangan per 31 Desember 2018, LPCK yang merupakan induk usaha PT MSU, pada 1 Februari 2017, dua entitas anak usaha PT Megakreasi Cikarang Permai (MKCP) dan PT Great Jakarta Inti Development (GJID) menyetujui masuknya pemegang saham baru.

Baca juga: Drama Meikarta, Konsumen Dipaksa Pindah Unit hingga Sempat Di-endorse Luhut

Pemegang saham baru tersebut yakni Peak Asia Investment Pte. Ltd (PEAK). Berada di balik PEAK terdapat Hasdeen Holdings Ltd (HH), sebuah perusahaan yang didirikan di British Virgin Islands (BVI).

Mereka menyuntikkan modal 300 juta dollar AS yang disepakati dalam perjanjian jual beli bersyarat pada 10 Maret 2017.

"Bagian saham yang akan diambil oleh PEAK tidak melebihi 50 persen dari jumlah kepemilikan saham yang diterbitkan oleh MSU," demikian tulis laporan tersebut seperti dikutip dari pemberitaan Kompas.com.

Kemudian, pada 15 Maret 2017, LPCK, MKCP, GJID dan PEAK sepakat atas masuknya Masagus Ismail Ning (IN) sebagai pemegang saham baru di MSU dengan penjualan tiga saham PEAK kepada IN dengan harga nominal.

GJID kemudian menjual seluruh sahamnya kepada MKCP dan PEAK mengesampingkan pre-emptive right yang dimilikinya.

Dengan adanya perjanjian ini, status kepemilikan saham PT MSU meliputi PEAK (49,999 persen), MKCP (49,999 persen), dan IN (0,002 persen).

Partisipasi tidak langsung HH melalui PEAK sebesar 300 juta dollar AS atau setara Rp 4,2 triliun itu diangsur terhitung sejak tanggal ditandatanganinya perjanjian sampai 31 Desember 2018.

Akan tetapi, kondisi LPCK yang tidak lagi memiliki saham di PT MSU sesuai laporan keuangan per 31 Desember 2018 juga bertolak belakang dengan pernyataan Ketut Budi Wijaya saat RDP dengan Komisi VI DPR RI pada Senin (13/02/2023).

Dia menyampaikan bahwa awalnya saham PT MSU dimiliki oleh konsorsium asing sebesar 51 persen, sedangkan LPCK 49 persen.

Namun pada akhir tahun 2018, konsorsium asing itu diklaim menghilang atau meninggalkan proyek apartemen Meikarta sehingga menyisakan LPCK.

"Saya kurang jelas kalau alasannya (investor konsorsium menghilang). Tidak ada penggantinya, Lippo Cikarang mengambil alih tanggung jawab untuk mengawasi agar PT MSU mampu menyerahkan unitnya kepada setiap pemesan," tukas Ketut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com