Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tentukan Pilihanmu
0 hari menuju
Pemilu 2024
Kompas.com - 22/01/2023, 22:00 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menilai pentingnya kepemimpinan politik Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengasilkan terobosan hukum dalam menyelesaikan kemandekan masalah konflik agraria yang dilakukan oleh PT Perkebunan Nusantara atau PTPN.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) KPA Dewi Kartika berpendapat, mandeknya penyelesaian konflik agraria dan redistribusi tanah kepentingan reforma agraria terkait masalah PTPN sebenarnya bukanlah terletak pada kekurangan regulasi.

"Diperlukan kepemimpinan politik presiden untuk menghadirkan terobosan hukum terkait klaim-klaim aset negara terhadap desa-desa, pertanian/kebun produktif masyarakat dan pemukiman," kata Dewi dalam siaran persnya, Minggu (22/1/2023).

Sebab, saat ini saja sudah ada ragam kebijakan yang mengatur hal tersebut, mulai dari Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA).

Kemudian, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha (HGU, Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Pakai, hingga termutakhir ada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 86 tentang Reforma Agraria.

Dalam aturan tersebut juga menuntut pelaksanaan reforma agraria terhadap HGU-HGU bermasalah dan/atau kedaluwarsa.

Baca juga: Setelah 25 Tahun, Kebun Balimbingan Bisa Kembali Diambil PTPN 4

Apalagi HGU yang sudah mencaplok perkampungan dan pertanian produktif sejak puluhan tahun.

Menurut dia, hal ini bukanlah sesuatu yang sulit jika Presiden mengarahkan seluruh jajaran kabinetnya.

Mulai dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan  (LHK), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), sampai Gubernur.

Mereka seharusnya diajak untuk duduk bersama dan melakukan kesepakatan yang bersifat mengikat para pihak untuk segera menuntaskan konflik-konflik agraria PTPN.

Bahkan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ombudsman, Mahkamah Agung (MA), Kejaksaan Agung (Kejagung), Komisi Yudisial (KY), Polri dan para pihak yang relevan dan urgent dapat dengan mudah dilibatkan oleh Presiden untuk menjawab alasan-alasan dan hambatan hukum klasik-normatif selama ini terkait aset negara.

"Kekhawatiran tuduhan penggelapan aset juga selalu dibenturkan ketika menjawab aspirasi rakyat," tutup Dewi.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+