JAKARTA, KOMPAS.com - Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat, 21 kasus dari total 212 letusan konflik agraria masyarakat berhadapan dengan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) sepanjang tahun 2022 mencapai luas 50.236 hektar.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) KPA Dewi Kartika menyebutkan, dari konflik agraria antara masyarakat dengan PTPN menyebabkan sebanyak 34.362 keluarga menjadi korban.
"Bahkan, sepanjang tiga tahun terakhir, letusan konflik agraria pada wilayah PTPN terus memperlihatkan tren kenaikan," katanya dalam rilis yang diterima Kompas.com, Minggu (22/1/2023).
Dari 21 letusan konflik agraria akibat operasi PTPN pada tahun 2022, sebanyak 15 orang menjadi korban penganiayaan (7 laki-laki dan 8 perempuan).
Kemudian, 28 orang mengalami kriminalisasi (24 laki-laki dan 4 perempuan), serta satu orang tewas.
Secara keseluruhan, konflik agraria tersebut melibatkan delapan dari 14 PTPN yang ada, salah satunya PTPN III.
Baca juga: Soal Bereskan Konflik Agraria, Jokowi: Kalau Cuma Duduk di Kantor, Tidak Akan Selesai
Angka ini sangat memprihatinkan mengingat hanya terdapat 14 PTPN di negeri kita, namun menjadi menyumbang konflik agraria yang cukup besar, luas, dan akut.
"Lebih memprihatinkan lagi, penyelesaian konflik agraria akibat klaim-klaim PTPN minus terobosan penyelesaian," terang Dewi.
Menurut dia, besarnya angka konflik agraria, kriminalisasi, penganiayaan hingga korban tewas tersebut terus terjadi karena pihak PTPN sendiri seolah kebal hukum atas sejumlah peristiwa tersebut.
Dalih utama yang sering dipakai oleh pihak perkebunan dalam melakukan tindakan represif tersebut sebagai penyelamatan aset negara.
Selain itu, sejumlah diskriminasi hukum pertanahan dan hukum perkebunan kepada perusahaan perkebunan plat merah ini telah membuat PTPN/Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak tersentuh hukum.
Misalnya, peraturan terkait penelantaran tanah oleh perusahaan dikecualikan kepada perusahaan perkebunan negara.
"Meski ada ketentuan bahwa setiap perusahaan perkebunan wajib memiliki Hak Guna Usaha (HGU) dan Izin Usaha Perkebunan, namun dengan dalih menyelamatkan aset negara masih saja dibiarkan melakukan klaim tanah dan kekerasan," tandas Dewi.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.