JAKARTA, KOMPAS.com - Tak sedikit bangunan peninggalan Belanda yang masih kokoh berdiri, misalnya Stasiun Tanjung Priok di Jakarta Utara.
Meski sudah mendapatkan renovasi, tetapi bentuk bangunan dan struktur utamanya tetap dipertahankan karena tidak rusak.
Anggota Dewan Pertimbangan yang pernah menjabat sebagai Ketua Umum Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia (HAKI) Davy Sukamta menjelaskan, bangunan peninggalan Belanda nampak lebih kuat karena dibangun dengan metode konservatif.
Baca juga: Sejarah Stasiun Tanjung Priok, Bangunan Cagar Budaya Berumur 100 Tahun
Metode ini diterapkan khususnya ketika membangun gedung monumental dengan ukuran besar.
"Zaman dulu kita membangun dengan cara lebih konservatif. Dalam arti, keamanan struktur bangunan lebih tinggi," jelas Davy saat dihubungi Kompas.com, Selasa (2/8/2022).
Hal ini disebabkan karena pelaksana proyek belum mampu memprediksi dengan cermat atau ilmiah terkait struktur bangunan.
Kelemahannya, metode konservatif ini lebih boros biaya. Tetapi metode ini akan menghasilkan gedung dengan keandalan lebih tinggi.
Tak hanya itu, material konstruksi pada zaman dulu juga lebih terkendali dan terjaga kualitasnya.
Sementara saat ini, mengingat kebutuhan akan bahan bangunan semakin besar, tak sedikit produsen menjadi lebih sembarangan.
Baca juga: Sejarah Benteng Pendem Ngawi, Bukti Keinginan Belanda Kuasai Indonesia secara Utuh
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.