SEPERTI kita ketahui, operasional bangunan memberi kontribusi tinggi terhadap penggunaan energi berkisar 40-48 persen.
Konsep green building pun ditetapkan sebagai salah satu metode untuk mencapai efisiensi energi.
Bahkan, beberapa penelitian telah melakukan perbandingan secara terukur mengenai keunggulan implementasi green building dan bangunan konvensional.
Dari berbagai manfaat yang telah dibagikan oleh berbagai gedung yang menerapkan green building, maka konsep ini memang layak diterapkan pada bangunan vertikal, baik fungsi residensial maupun komersial.
Hal ini mengingat besaran fungsi kegiatan, dampak kegiatan dan turunannya, serta pembiayaan pengelolaan yang berskala besar, sehingga perlu diperhitungkan keberlanjutan operasionalnya.
Penelitian Yuliatna (2015) menyebutkan, implementasi green building secara jangka panjang (40 tahun) mampu menghemat nilai life-cycle cost (biaya daur hidup bangunan) sebesar 175 persen, dibandingkan gedung konvensional
Sedangkan ukuran penghematan dalam jangka pendek, misalnya penggunaan air memiliki perbandingan 3:5 antara green building dengan dengan gedung konvensional.
Penggunaan listrik untuk pendinginan pun berada pada kategori efisien-sangat efisien untuk green building, sementara gedung konvensional berada pada kategori cukup efisien-agak boros.
Namun pada dimensi lain, penghematan energi pada skala rumah tangga, seperti rumah tapak menjadi bentuk penerapan skala mikro yang perlu diimplementasikan secara masif untuk upaya penghematan energi.
Hal ini mengingat penggunaan tanah permukiman umumnya menjadi komposisi terbesar di wilayah perkotaan.
Merujuk berbagai penelitian terkait penghematan energi melalui implementasi green building, maka Indonesia memiliki pekerjaan rumah yang masih panjang, terutama jika dibandingkan dengan capaian beberapa kota global.
Namun, difusi nilai kearifan lokal dalam desain hunian dapat menjadi alternatif bagi Indonesia untuk mengakselerasi capaian penghematan energi.
Konsep rumah adat, adalah salah satu opsi penerapan efisiensi energi berbasis budaya dan pembangunan berkelanjutan.
Rumah adat umumnya menerapkan nilai kearifan lokal dalam desainnya, tentu dengan mempertimbangkan interaksi antara manusia dengan lingkungan hidupnya.
Sehingga sebagai shelter, rumah berfungsi tidak hanya menjadi identitas penghuni dan mencerminkan filosofi hidup penghuni, namun juga sebagai tempat beribadah, membangun bonding/kedekatan antar anggota keluarga, tempat berlindung dari ancaman lingkungan luar dan bencana alam, dan sebagainya.