Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Lambat Urus Tanah, Milenial Hampir Mustahil Punya Rumah

Kompas.com - 02/10/2021, 06:00 WIB
Suhaiela Bahfein,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

Artinya, terdapat selisih yang besar antara kemampuan pekerja Jakarta membeli rumah dengan harga rumah.

Selisih selama 10 tahun terus membesar yang semula sebesar Rp 259 juta pada tahun 2010, kemudian naik hampir dua kali lipat menjadi Rp 405 juta.

Pada tahun-tahun berikutnya, pekerja di Jakarta bergaji UMP diperkirakan bakal kesulitan membeli rumah.

Ini dikarenakan kenaikan harga rumah kecil (maksimum tipe 36) terjadi secara disproporsional.

Berdasarkan Indeks Harga Properti Residensial Bank Indonesia (IHPR BI) dalam10 tahun terakhir, harga rumah kecil di Jabodebek-Banten rata-rata meningkat 6,47 persen per tahun.

Sementara kenaikan harga rumah sedang (tipe 36-tipe 70) 4,45 persen per tahun dan rumah besar (lebih dari tipe 70) 2,72 persen per tahun.

Terlambat mengurus tanah

Atas dilema yang dihadapi milenial ini, Direktur Jenderal (Dirjen) Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Khalawi Abdul Hamid mengakui pemerintah mungkin terlambat mengurus tanah untuk perumahan terjangkau.

Menurut Khalawi, jika 20 tahun yang lalu pemerintah telah membuat Bank Tanah, negara mungkin bisa membeli dan mengelola lahannya.

“Kalau mau membangun rumah untuk MBR, mestinya di lahan yang harganya terjangkau. Tetapi di Jabodetabek ini kan harga lahan sudah melangit,” kata Khalawi dikutip dari Kompas.id, Jumat (1/10/2021).

Operasionalisasi Bank Tanah pun belum dapat berjalan karena masih harus menunggu payung hukum atau peraturan presiden (perpres).

Baca juga: Modal Awal Bank Tanah Rp 2,5 Triliun, Beroperasi Tahun Ini

Saat ini, menurut Direktur Jenderal (Dirjen) Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Embun Sari perpres terkait bank tanah tengah disusun.

"Bank Tanah ini sekarang kita lagi menyusun dua Perpres terkait dengan struktur dan tata kelola berikut remunerasinya," jelasnya dalam konferensi pers virtual, Kamis (23/9/2021).

Adapun latar belakang dibentuknya bank tanah yakni untuk menyelesaikan berbagi macam masalah tanah.

Mulai dari harga tanah yang tinggi, ketersediaan tanah pemerintah yang terbatas serta tidak terkendalinya alih fungsi lahan yang menyebabkan perkembangan kota tidak efisien.

“Selama ini, ada tanah negara tapi secara de facto pemerintah tidak bisa mengendalikan tanah tersebut dan hanya sebagai land administrator, sedangkan peran eksekutor masih belum ada,” jelas Direktur Penilaian Tanah dan Ekonomi Pertanahan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Perdananto Aribowo.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com