Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

LBH Madani Ungkap Banyak Warga yang Tak Dapat Ganti Rugi Pembebasan Lahan The Mandalika

Kompas.com - 07/04/2021, 11:30 WIB
Ardiansyah Fadli,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Teuku Taufiqulhadi memastikan tuduhan PBB kepada pemerintah Indonesia atas dugaaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dalam pembangunan mega proyek The Mandalika, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), tidak benar dan tidak berdasar.

Menurutnya, apa yang dituduhkan terkait praktik perampasan tanah, penggusuran, dan belum dibayarnya kompensasi pembebasan lahan masyarakat sama sekali tidak terjadi di lapangan.

Taufiq mengeklaim, kenyataan yang terjadi di lapangan berbeda karena proses pembebasan lahan berlangsung secara adil dan transparan.

Bahkan, pembebasan tanah di lokasi tersebut dilakukan melalui mediasi publik dengan menghadirkan tim penilai independen.

Baca juga: Proyek The Mandalika Dituduh Langgar HAM, Ini Tanggapan Pemerintah

Jika ada pelanggaran HAM tentu saja sudah terjadi gejolak di sana. Masyarakat akan protes beramai-ramai.

"Namun, pada kenyataannya, masyarakat pemilik tanah di sana happy-happy saja," sambung Taufiq kepada Kompas.com, Selasa (07/04/2021).

Pengacara Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Madani Setia Dharma membantah klaim pemerintah.

Tia, sapaan akrabnya, mengungkapkan hingga saat ini ada 11 orang yang telah menandatangani surat kuasa untuk diperjuangkan dan didampingi LBH Madani secara hukum agar mendapatkan kompensasi yang jelas.

"Yang kami dampingi dan sudah tanda tangan kuasa ada 11 orang. Ada beberapa data lagi yang baru masuk dan belum kita terima. Masih proses, dan mungkin akan bertambah terus nantinya," kata Tia kepada Kompas.com, Selasa (07/04/2021).

Baca juga: Dukung KSPN Mandalika, 915 Rumah Rp 62,22 Miliar Telah Dibangun

Tia menjelaskan 11 orang tersebut sama sekali belum mendapatkan kompensasi. Padahal, ada sebagian tanah dari mereka yang justru telah digarap menjadi bagian dari Sirkuit MotoGP Mandalika.

Hal ini karena kasusnya berbeda-beda. Ada yang tanahnya sudah digarap untuk jadi sirkuit, ada juga yang tanahnya di pinggiran sirkuit tapi masuk dalam KEK Mandalika.

Tia juga menuturkan, warga lokal di wilayah tersebut umumnya tidak memiliki bukti sertifikat tanah. Mereka hanya memiliki surat girik atau penguasaan sporadik.

Tanah yang mereka kuasai umumnya yang menjadi lokasi dibangunnya sirkuit Moto GP  umumnya merupakan perkebunan.

Artinya masyarakat yang memiliki hak kelola tanah itu kebanyakan tidak tinggal di lokasi tersebut.

Baca juga: Lintasan Balap MotoGP The Mandalika Mulai Diaspal

Untuk diketahui, The Mandalika merupakan salah salah satu destinasi wisata super prioritas yang tengah dibangun oleh Pemerintah.

The Mandalika akan menjadi destinasi wisata berkelas internasional dan merupakan bagian dari 10 Bali Baru yang ditetapkan oleh pemerintah.

Di dalamnya terdapat sejumlah obyek wisata yang saling terintegrasi mencakup sirkuit balap motor Grand Prix, taman, hotel dan resor mewah, termasuk Pullman, Paramount Resort, dan Club Med.

Sebagian proyek ini dibiayai oleh Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) dan telah menarik lebih dari Rp 14 triliun investasi dari berbagai perusahaan swasta.

Salah satunya adalah Grup Perancis VINCI Construction Grands Projets yang merupakan investor terbesar, yang bertanggung jawab atas Sirkuit Mandalika, hotel, rumah sakit, taman air, dan fasilitas lainnya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com