JAKARTA, KOMPAS.com - Lingkungan yang kaya nutrisi merupakan poin penting untuk pertumbuhan yang baik bagi tanaman. Lingkungan tersebut harus memiliki cukup air, sinar matahari, dan udara.
Namun, seiring waktu, tanaman menggunakan banyak nutrisi tanah dan bahan organiknya. Akibatnya, tanah menjadi terkuras dan keras serta tidak dapat menahan air atau nutrisi.
Dilansir dari Martha Stewart, Selasa (5/1/2021), agar tanaman dalam ruangan tetap sehat, diperlukan repotting atau penggantian tanah dengan tanah segar.
Baca juga: Seberapa Sering Harus Mengganti Tanah pada Pot Tanaman?
Lantas, seberapa sering tanah harus diganti? Berikut ulasannya.
Frekuensi penggantian tanah, tergantung dari jenis tanamannya, misalnya tanaman yang tumbuh lebih cepat seperti pothos, dan violet Afrika akan lebih bagus diganti tanah segar setiap setahun sekali.
Adapun tanaman dengan pertumbuhan lambat seperti kaktus dan lidah mertua dapat diganti tanahnya setiap satu setengah hingga dua tahun sekali.
Untuk mengganti tanah, bisa dilakukan saat musim semi yakni pada saat itu banyak sinar matahari sehingga tanaman akan memiliki pertumbuhan akar yang signifikan. Untuk itu, diperlukan juga pot yang lebih besar daripada pot sebelumnya.
Baca juga: Lebih Baik Pot Plastik atau Tanah Liat? Ini Penjelasannya
Namun, sebenarnya repotting ini penting dilakukan ketika melihat tanah kering. Cobalah untuk menyiraminya dengan air, jika air keluar dari pot dan mengalir ke piring atau wadahnya hal ini mengartikan jika tidak lagi ada bahan organik yang tersisa untuk mempertahankan kelembaban.
Hal ini juga bisa dilihat dari keadaan daun tanaman yang mulai menguning.
Sesuaikan Pot
Jika Anda ingin menjaga ukuran tanaman tetap sama, gunakan pot yang sama tetapi gantilah tanahnya. Namun, jika ingin memberikan tanaman lebih banyak ruang untuk tumbuh, gunakan pot baru yang tidak lebih dari satu atau dua inci dari pot sebelumnya.
Hindari menggunakan tanaman kecil di pot yang terlalu besar.