Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kekurangan Murid, Korea Selatan Rekrut Pelajar Indonesia untuk Isi Sekolah

Kompas.com - 12/04/2024, 14:46 WIB
BBC News Indonesia,
Irawan Sapto Adhi

Tim Redaksi

Permintaan dari industri tetap ada, menurut Park, tetapi siswa lokal hanya tertarik dengan pekerjaan yang mereka inginkan, “sehingga angkatan kerja dipenuhi oleh pekerja asing”.

“Pada akhirnya, ini adalah proyek yang bertujuan untuk mengerahkan pekerja luar negeri yang telah menerima pendidikan formal (di Korea) dan Koreanisasi ke pasar produksi, guna meningkatkan kualitas tenaga kerja,” kata Park.

“Tujuannya adalah membantu siswa internasional untuk bisa menetap di sini dengan membekali mereka dengan pelatihan kejuruan yang memadai, memberikan visi, dan memberikan prospek kerja selama tiga tahun,” tambahnya.

Baca juga: Presiden Korea Selatan Akhirnya Mau Berkompromi, Minta Ribuan Dokter Kembali Kerja

Bagaimana Nuno bisa terpilih?

Sebelum berangkat ke Korsel, Nuno mengaku tidak menguasai bahasa negara itu. Bisa dibilang pengetahuannya tentang Korsel cukup minim.

Tidak seperti banyak remaja yang terpapar budaya Korea—sampai mempelajari bahasanya—lewat musik dan film, Nuno bilang dia “tidak terlalu mengikuti”.

Katanya, dia lebih banyak bersinggungan dengan Korea Selatan dari membaca manhwa atau komik bergenre action dan street fight, seperti How to Fight dan Windbreaker.

Jika Nuno tidak bisa berbahasa Korea, lantas apa modal utamanya untuk mendapatkan beasiswa?

Nuno tidak tahu pasti penyebabnya karena dia pun merasa teman-temannya masih banyak yang lebih pintar darinya.

Keikutsertaannya pun sebenarnya bisa dibilang hanya coba-coba.

“Boleh deh, kapan lagi dapat kesempatan kayak gini soalnya kesempatan enggak datang dua kali kan,” ujarnya.

Nuno menduga pengetahuannya tentang dasar-dasar perkapalan lah yang mengantarkannya mendapatkan beasiswa.

Hal itu dikonfirmasi guru di SMK Bahari, Nutfainna Ahmad, yang akrab disapa Tipa. Menurut dia, siswa-siswanya sudah mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) sejak tahun pertama, jadi mereka punya “pengalaman” dan “pengetahuan”.

Pihak sekolah juga punya kriteria tertentu untuk memilih para kandidat penerima beasiswa. Selain nilai yang bagus, Tipa dan guru-guru lainnya juga memilih anak-anak yang memiliki “semangat” dan “berpotensi mau belajar”.

“Nah, kebetulan Nuno adalah siswa yang memang cara berpikirnya lain dari teman-temannya. Dia lebih aktif dalam pemikiran, kreatifnya, semangat," jelas Tipa.

"Dia seperti mau mengubah sesuatu yang dari dulu mau dia ubah. Dia mau mengubah perekonomian keluarganya,” ujarnya kemudian.

Baca juga: Gabung Protes, Para Profesor Kedokteran di Korea Selatan Akan Kurangi Jam Praktik

Mengapa SMK Parepare?

Jo Jun-seop, kepala Departemen Operasi Sekolah Menengah Meister Maritim Korea mengatakan saat proses seleksi pihaknya tertarik dengan para siswa dari SMK Bahari Parepare.

“Ketika saya menonton video kelas bahasa Indonesia, saya berpikir lingkungan pendidikan, termasuk laboratorium, sangat berbeda dengan sekolah di Korea,” dan hal ini tampaknya menjadi nilai tambah untuk mereka.

Menurut Dinas Pendidikan (Disdik) Sulawesi Selatan, SMK Bahari Parepare merupakan “salah satu SMK swasta terbaik”, khususnya dalam program keahlian nautika kapal niaga dan teknik kapal niaga.

“Salah satu bentuk apresiasi Dinas Pendidikan Sulawesi Selatan atas prestasi selama ini dengan memberikan bantuan hibah melalui DAK 2023 yaitu Alat Simulator dan SMK Bahari di Parepare adalah salah satu SMK kemaritiman dengan fasilitas yang lengkap,” kata Kepala Disdik Sulawesi Selatan, Ahmad Iqbal Nadjamuddin, melalui pesan singkat kepada BBC News Indonesia.

Oleh sebab itu, pihak Disdik merekomendasikan SMK Bahari Parepare ikut serta dalam seleksi penerimaan beasiswa dan ternyata empat dari lima siswa yang ikut seleksi berhasil berangkat ke Korea Selatan.

Terbentur restu orang tua

Walaupun perjalanan Nuno Gomes dalam mendapatkan beasiswa ini terdengar mudah, pada kenyataannya tidak demikian. Dia sempat berhadapan dengan masalah besar, tidak mendapatkan restu orang tua.

Bapaknya melarang dia pergi dan ibunya, katanya, jadi pihak yang “paling keras” menentang. Keduanya khawatir karena jarak Indonesia dan Korea Selatan sangat jauh.

“‘Kamu enggak usah pergi ke sana pokoknya, titik. Enggak mau tahu, kamu enggak usah ke sana’,” kata Nuno menirukan ibunya.

Dihubungi secara terpisah, Fitri—ibu Nuno—menyampaikan kekhawatirannya terhadap anak sulungnya. Pemberitaan di media tentang “perdagangan orang” dan “penyiksaan” WNI di luar negeri menjadi ketakutan terbesarnya.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com