Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dubes RI di Jerman Angkat Bicara soal Kisruh Program "Ferienjob"

Kompas.com - 05/04/2024, 11:09 WIB
Irawan Sapto Adhi

Editor

Tidak ada komunikasi dengan kita, karena mekanismenya kan yang mengeluarkan rekomendasi itu  biasanya Kementerian Teknis di sini, atau pemerintah daerah (negara bagian). Misalnya ada yang akan sekolah S1, S2, S3 di Technical University (TU) Munich, yang memberikan rekomendasi kan Pemda Bavaria  bukan Kemlu Jerman, bukan Kantor Imigrasi Jerman. 

Misalnya anak-anak yang sekolah di Technical University Berlin, atau Humboldt University (HU) Berlin, yang mengeluarkan visa adalah pemda di sini. Lain  sistemnya dengan Indonesia. Di Indonesia yang mengeluarkan visa imigrasi, kemudian Kementerian Luar Negeri.

Itu sama juga dengan Ferienjob, yang mengeluarkan visa ya memang teknisnya adalah kedutaan, tapi yang memberikan rekomendasi adalah pemerintahan daerah dan perusahaan dan kementerian terkait di lokasi dia bekerja. Jadi kedutaan besar Jerman di Jakarta sifatnya administratif saja. 

Jadi mereka tidak tahu-menahu prosesnya seperti apa. Misalnya, untuk perawat Indonesia yang datang ke Jerman, itu yang meminta visanya rumah sakit tempat mereka akan bekerja, dan bekerja sama dengan pemerintah daerah setempat.

Jadi untuk skilled workers, persoalannya bukan visa, melainkan pada peningkatan penguasaan Bahasa Jerman, dari mungkin tingkat A1, A2 (sertifikat bahasa Jerman Tingkat dasar), ke B1 (sertifikat bahasa Jerman tingkat menengah), dan bagaimana mereka bisa meningkatkan kapasitas dari  B1 ke B2.

Karena memang untuk high-skilled, Jerman kekurangan dan membutuhkan. 

Jadi untuk warga Indonesia, baik mahasiswa mapun tenaga terampil yang ingin bekerja di Jerman, apa yang sebaiknya mereka lakukan, agar kasus serupa ini tidak terulang lagi? 

Kalau Ferienjob itu kan kerja paruh waktu, ya. Jadi memang pemerintah tidak ada keinginan untuk mendatangkan secara resmi, karena kerja paruh waktu itu juga tidak masuk dalam jenis kategori kerja yang diatur dan direkomendasikan. 

Jadi kita hanya mengatur kedatangan tenaga terampil dari Indonesia ke Jerman, itu saja. Sesuai dengan payung hukumnya.

Baca juga: Kuliah S1 di Amerika Tak Perlu Skripsi, Mahasiswa Indonesia Ceritakan Pengalaman Bikin Tugas Akhir

Misalnya teman-teman mahasiswa dari perhotelan, tinggal nanti mereka melihat di websitenya pemerintah Jerman, juga melihat di websitenya Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP2MI), lalu melamar di sana. 

Nanti akan ada proses-proses wawancara di BP2MI dan juga wawancara oleh pemerintah Jerman.

Atau kalau memang mereka ingin datang lewat agen misalnya, harus agen yang resmi, yang KBRI juga mengetahui di mana mereka berada, dan kita bisa melakukan cek fisik, misalnya rumah sakitnya akan melakukan perekrutan, kita kirim staf ke rumah sakit tersebut, ada atau tidak rumah sakitnya. 

Kalau seandainya mereka datangnya lewat agen, kita cek agennya ada atau tidak di Jerman. Kalau perawat yang datang, kita jemput di airport, oleh KBRI, KJRI, jadi kita maksimal begitu, karena kita ingin mendatangkan high-skilled workers. 

BP2MI akan datang ke sini, Menteri Tenaga Kerja RI akan ke sini. Kita memang punya mekanisme yang jelas untuk mendatangkan skilled workers.

Perawat yang baru masuk itu start gajinya saja mulai dari 2.300 Euro per bulan, dan kalau mereka sudah bisa lulus sekolah bahasa dan sertifikasi profesi, bisa sampai ke 3.400 Euro.

Itu artinya, gajinya memang tinggi karena memang diperlukan kemampuan yang tinggi. Perawat Indonesia yang ke Jerman itu tidak hanya untuk bekerja di panti jompo untuk orang tua, tapi juga di rumah sakit utama, bahkan di rumah sakit spesialis.

*Wawancara untuk DW dengan Dubes RI di Jerman Arif Havas Oegroseno dilakukan oleh Ayu Purwaningsih

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com