Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dubes RI di Jerman Angkat Bicara soal Kisruh Program "Ferienjob"

Kompas.com - 05/04/2024, 11:09 WIB
Irawan Sapto Adhi

Editor

Jadi Oktober 2022 sudah ditanya dari Jakarta, dan sudah dijawab, ya? 

Ya. Sudah lebih dari setahun yang lalu kita sudah tahu, ini masalahnya sudah lama dan kita sampaikan bahwa Ferienjob adalah pekerjaan buruh kasar, bukan pekerjaan intelektual, bukan pekerjaan di kampus. 

Jadi sudah kita ingatkan, dan juga kita ingatkan bahwa liburannya itu adalah liburan resmi, summer vacation, dan Ferienjob itu tidak hanya untuk mahasiswa, bahkan di sini kan anak SMA juga bisa, misalnya dia di kerja di restoran, dia jadi kasir atau cuci piring itu normal di sini, biasa itu di sini, tapi mereka sadar bahwa memang mereka akan melakukan pekerjaan kasar.  

Nah, yang terjadi di Indonesia adalah mereka tidak tahu bahwa di sini akan melakukan pekerjaan kasar. Itu yang pertama. Jadi ada masalah di sana.

Kedua, sesuai undang-undang Jerman kontrak kerja harus dalam bahasa yang dipahami oleh pemberi kerja dan penerima kerja, dan yang saya tahu kontrak kerja (dalam kasus ini) dalam bahasa Jerman.

Dan kontrak kerja itu, menurut rekomendasi dari Zentrale Auslands- und Fachvermittlung (ZAV) Bundesagentur für Arbeit (Pusat Penyaluran Tenaga Terampil di Kementerian Tenaga Kerja Jerman) harus diberikan di negara asal. Itu ternyata diberikannya di Jerman dan dalam bahasa Jerman.

Anak-anak itu tidak punya pilihan, lalu menandatangani. Jadi banyak hal-hal yang memang tidak sesuai.

Baca juga: Florida Digugat Terkait Larangan terhadap Kelompok Mahasiswa Pro-Palestina

Itulah karenanya kita mengingatkan persoalan ini, tetapi rupanya jalan terus dan dengan pola yang sama. Yang terjadi adalah mereka di sini kemudian menghadapi pekerjaan yang sangat tidak sesuai dengan harapan dan tidak sesuai dengan ceritanya di Indonesia, sehingga banyak yang tidak kuat, kemudian sakit, masuk rumah sakit, kemudian stop bekerja, merasa tertekan, begitu. Itu  yang terjadi karena memang tidak ada ekspektasi yang sama.

Lain hal kalau misalnya dari Jakarta sudah diberitahu: Anda akan ke Jerman untuk mengecat jendela, Anda ke Jerman untuk jadi porter, jaga malam, mengepak rokok, dll., misalnya angkat boks 30 kg, ada yang kerjanya jam 01.00 pagi sampai jam 06.00 pagi, kalau itu dia sudah sadari, dia jadi tahu harus bertanya seperti apa, begitu.

Kemudian ZAV sendiri dalam pamfletnya mengatakan bahwa sebaiknya yang ingin ikut Ferienjob itu langsung ketemu employer dan itu dilakukan oleh orang-orang di sini selama ini. Misalnya kalau mau kerja delivery langsung ke Wolt (perusahaan antar-kirim barang), delivery naik sepeda.

Kalau mau kerja di bandara jadi porter, langsung hubungi bandara, jadi tidak lewat agen. Pada saat para mahasiswa Indonesia dalam kasus itu akan berangkat ke Jerman, mereka tidak tahu bahwa mereka akan bekerja kasar seperti itu. 

Anda tadi mengatakan sudah tahu sejak tahun 2022 tentang pengiriman mahasiswa untuk Ferienjob, kemudian juga kita baca di media  ada informasi dari KBRI Berlin bulan Mei 2023 tentang masalah ini, apa ada responsnya dari Indonesia? 

Pada saat itu mereka meminta klarifikasi pada kita, ya kita jawab, kemudian ternyata kejadiannya kan universitas tampaknya tetap mengirimkan dengan agen. Kita kan di sini tidak punya monitoring untuk setiap kampus, tapi sudah kita jelaskan persoalan seperti ini yang akan dihadapi. Jadi kita melihatnya dari sisi perlindungan warga negara Indonesia.

Jerman saat ini sedang membuka pasar kerjanya. KBRI Berlin sendiri juga sedang menjajaki kemungkinan bagaimana untuk bisa menempatkan pekerja dari Indonesia ke Jerman...

Ya, kalau yang terampil dan profesional, iya. Kita membuat nota kesepahaman, MoU, dengan pemerintah Jerman, namanya Triple Win. Itu khusus kesepakatan Indonesia dan Jerman untuk skilled workers, dan syaratnya adalah pertama perguruan tinggi atau akademinya diakui oleh Jerman, jadi ada kedatangan pejabat dari Jerman misalnya ke Akademi Perawat, melihat kurikulum Akademi Perawat, kemudian mereka mengakui dan memberikan solusi untuk penyetaraan nilai bagi lulusan Akademi Perawat Indonesia dan Jerman.

Lalu yang kedua, tuntutan pengetahuan bahasa Jerman. Mereka harus datang ke sini dengan level B1 (bahasa Jerman level menengah), nanti setelah enam bulan diharapkan sudah masuk ke level B1-B2.
Baca juga: Kuliah S1 di Amerika Tak Perlu Skripsi, Mahasiswa Indonesia Ceritakan Pengalaman Bikin Tugas Akhir

Sekarang KBRI Berlin sedang menjajaki kemungkinan tenaga terampil perhotelan, dan nanti kita akan kembangkan tenaga terampil yang lain, misalnya tukang las atau tukang las bawah air.

Di Jerman sudah tidak ada lagi tukang las bawah air. Kita juga sedang mengarahkan orang-orang Indonesia untuk juga bisa bekerja di sekolah-sekolah, di program Ausbildung (vokasi), misalnya di bidang semikonduktor. 

Kami sama sekali tidak mempromosikan untuk lapangan kerja kasar. Kami tidak menginginkan warga negara Indonesia di Jerman bermasalah seperti, maaf, di Malaysia atau di Timur Tengah. Yang datang ke Jerman harus yang high-skilled. 

Tadi Anda menjelaskan, ketika ada sekitar 1000 anak siswa datang ke sini tentu saja dengan menggunakan visa. Apakah ada semacam komunikasi juga dari Kedutaan Besar Jerman di Indonesia, bahwa ini ada seribuan anak datang ke Jerman dengan visa ini? 

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com