Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hujan Guyur Gaza, Anak-anak Menjerit Ketakutan Tak Bisa Bedakan Suara Guntur dan Pengeboman...

Kompas.com - 20/03/2024, 05:07 WIB
Irawan Sapto Adhi

Penulis

Sumber AFP

Perang di Gaza pecah setelah Hamas melancarkan serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya ke Israel selatan pada 7 Oktober lalu.

Israel mengeklaim, serangan itu mengakibatkan sekitar 1.160 orang tewas, sebagian besar adalah warga sipil.

Pasukan Hamas disebut juga menyandera sekitar 250 sandera, yang menurut Israel masih ada 130 sandera yang berada di Gaza, termasuk 33 orang yang diperkirakan telah tewas.

Sementara, Israel membalas dengan pengeboman udara, darat, dan laut tanpa henti di Jalur Gaza yang telah menewaskan sedikitnya 31.819 orang.

Kementerian Kesehatan di Gaza menyebut sebagian besar korban adalah perempuan dan anak-anak.

Ratusan ribu orang kini juga berada di ambang kelaparan, PBB dan kelompok-kelompok bantuan internasional telah memperingatkan.

Baca juga: Israel Bersiap Serang Rafah, Namun Tetap Berharap Ada Gencatan Senjata

Lelah tinggal di tenda

Diperkirakan 1,5 juta warga Palestina kini tinggal di Kota Rafah.

Sebagian besar dari mereka adalah warga yang mengungsi dari wilayah lain di Jalur Gaza dan kini tinggal di tenda-tenda darurat.

Di kamp pengungsian, sekelompok anak-anak berjalan melewati tenda-tenda itu dengan mengenakan sandal atau bahkan tanpa alas kaki.

"Saya sudah bilang berkali-kali agar kalian tidak bermain di sini. Ini (airnya) kotor. Kalian bisa sakit," teriak seorang pria tua kepada mereka, sebagaimana dilansir AFP.

Warga mengeluh bahwa air hujan merembes masuk ke dalam tenda, membasahi mereka, dan barang-barang mereka.

Banyak yang mencoba menambal "rumah" mereka yang seadanya dengan apa pun yang mereka temukan.

Mahmoud Saad mengumpulkan pasir dan mendorongnya ke tepi tenda keluarganya untuk menghentikan air, dengan bantuan putrinya, Aya.

"Musim dingin biasanya adalah musim yang penuh berkah, tapi tidak untuk Gaza," kata Aya.

Lebih jauh lagi, Akram al-Arian, yang mengungsi dari Khan Yunis, mengatakan ketika hujan turun, ia juga bingung, mengira itu adalah pengeboman Israel.

"Saya memeluk anak-anak saya erat-erat seperti induk ayam yang melindungi anak-anaknya. Saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan. Saya lelah tinggal di tenda," kata Arian.

Baca juga: Biden Dilaporkan Bisa Batasi Bantuan Militer AS jika Israel Serang Rafah

Abir al-Shaer, yang juga berasal dari Khan Yunis, mengatakan bahwa anak-anaknya telah "mengembangkan obsesi psikologis terhadap roket".

"Setiap suara adalah suara roket bagi mereka, bahkan ketika penutup tenda berkibar tertiup angin, mereka mengira itu adalah suara roket," jelasnya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com